Agama Syi’ah-Rofidhoh Bahaya Laten yang Mengancam Kaum Muslimin

  • Membantah Ahli Bid’ah bukan Ghibah!!!
Syiah sesatPara ulama’ salaf, ahlis sunnah wal jama’ah sejak dulu
memiliki perhatian tinggi dalam mengingatkan bahaya bid’ah dan pelakunya
(ahli bid’ah) dan mereka tidak menganggap bahwa membicarakan bahaya dan
penyimpangan mereka sebagai  ghibah.[1]
Karenanya tak ada kitab aqidahpun kecuali mengingatkan bahaya bid’ah
dan pelakunya. Orang yang mau mengunjungi perpustakaan Islam , akan
menemukan kitab-kitab yang sangat banyak ditulis oleh para ulama’ ahlis
sunnah wal jama’ah-secara khusus tentang bid’ah dan pelakunya- di
berbagai tempat dan zaman.
Diantara kitab-kitab tersebut: seperti kitab Ar-Rodd ala Az-Zanadiqoh wa Al-Jahmiyyah karya Imam Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Ar-Rodd ala Man Yaqul Al-Qur’an Makhluq karya Ahmad bin Sulaiman An-Najjad, Ar-Rodd ala Bisyr Al-Marisy karya Imam Ad-Darimi, Al-Haidah karya Abdul Aziz Al-Kinany, Al-Bida’ wa An-Nahyu Anha karya Ibnu Wadhdhoh, Al-Hawadits wa Al-Bida’ karya Abu Bakr Ath-Thurthusyi, Al-Ba’its ala Inkar Al-Bida’ wa Al-Hawadits karya Abu Syamah Al-Maqdisy, Al-Madkhol karya Ibnul Hajj, Talbis Iblis karya Ibnul Jauzy, Al-I’tishom karya Asy-Syathibi, Minhaj As-sunnah, Ar-Rodd ala Al-Akhna’i & Ar-Rodd ala Al-Bakry karya Syaikul Islam, Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyyah ala Ghozwi Al-Mu’aththilah wa Al-Jahmiyyah karya  Ibnul Qoyyim,  Al-’Awashim mimmah fi Kutub Sayyid Qutb min Al-Qowashim karya Syaikh Robi’ –hafizhohumullah-, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Memberikan peringatan sesatnya suatu kelompok , baik dalam bentuk ceramah, maupun tulisan, itu bukanlah ghibah yang diharamkan. Boleh menyebutkan kesesatan seseorang, dan penyimpangannya di depan orang banyak, jika kemaslahatan menuntut hal itu.
Ibrahim An-Nakho’iy -rahimahullah- berkata, “Tak ada ghibah bagi pelaku bid’ah (ajaran baru)”. [Lihat Sunan Ad-Darimiy (394)]
Muhammad bin Bundar As-Sabbak Al-Jurjaniy -rahimahullah- berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Sungguh amat berat aku bilang, “si fulan orangnya lemah, si fulan pendusta”.Imam Ahmad
berkata, “Jika kau diam, dan aku juga diam, maka siapakah yang akan
memberitahukan seorang yang jahil bahwa ini yang benar, dan ini yang
sakit (salah)”.
[Lihat Thobaqot Al-Hanabilah (1/287)]
Dari sini kita melihat para ulama kita, ada yang menulis
khusus membahas bid’ah, ada yang khusus membantah pelaku bid’ah secara
umum maupun khusus dengan menyebutkan nama atau kelompoknya. Jadi,
jangan heran jika ada ulama kita pada hari ini membantah pelaku bid’ah
dengan menyebut namanya, apalagi sampai menyatakan itu tak ada contohnya
dari para ulama kita.
Perlu diketahui bahwa para ulama’ kita menulis kitab
tentang bid’ah dan bahaya pelakunya serta bantahannya, bukanlah atas
dasar dengki dan benci kepada orang. Akan tetapi semua itu mereka
lakukan atas dasar membela sunnah dan syari’at Islam dari tangan ahli
bid’ah. Bukan seperti yang dikatakan oleh sebagian orang-orang tak
berilmu.[2]
  • Bahaya Syi’ah-Rofidhoh
Sebagai beban ilmiyyah, kami merasa terdorong untuk
menyampaikan misi para ulama kita dalam menjelaskan bid’ah dan bahaya
pelakunya, demi membela sunnah dan pengikutnya. Kali ini kami akan
menurunkan sebuah tulisan tentang agama dan sekte Rofidhoh-Syi’ah yang kami rangkumkan dari kitab-kitab ulama kita yang berbicara tentang Syi’ah-Rofidhoh[3].
Diantara ahli bid’ah (baca: pelaku bid’ah) yang pernah
dijelaskan bahaya dan penyimpangannya oleh para ulama Ahli sunnah adalah
sebuah sekte yang disebut dengan “Syi’ah atau Rofidhoh”.[4]
Rofidhoh merupakan sebuah jama’ah yang memliki aqidah dan keyakinan yang menyelisihi aqidah Ahlis Sunnah wal-Jama’ah. Jama’ah ini merupakan bahaya laten yang mengancam  kaum muslimin, sebab mereka memiliki aqidah lain.[5]
Dengan perbedaan aqidah ini mengantarkan mereka mengkafirkan ahlis
sunnah sebagai jalan bagi orang Syi’ah-Rofidhoh untuk membunuh dan
membantai Ahlus Sunnah.
Negara Iran merupakan markas terbesar orang-orang
Syi’ah-Rofidhoh, dari sanalah keluar pasukan-pasukan (baca: da’i)
mereka, sekaligus tempat penampungan anak-anak ahlis Sunnah yang
berhasil mereka dalam menggaet dan merekrutnya untuk selanjutnya
didoktrin ajaran Rofidhoh yang sesat[6].
Jama’ah ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 80-90
an melalui kedutaan mereka dan penyebaran majalah gratis, serta
penawaran studi gratis dan pertukaran pelajar di negeri Iran. Namun kebanyakan orang tak sadar kalau itu merupakan bahaya laten bagi kaum muslimin.
Risalah ini kami tulis sebagai bentuk perhatian kepada
ummat Islam di Indonesia. Sebab banyak diantara kita yang tidak mengenal
bahwa Syi’ah alias Rofidhoh adalah aliran dan agama sesat yang berusaha
merusak agama Islam dan membahayakan kaum muslimin.
Terlebih lagi mereka lihai dalam menipu ummat. Lihat saja
usaha mereka dalam menipu ummat, baru-baru ini mereka mengadakan
konferensi yang mereka sebut dengan Konferensi Ikatan Jama’ah Ahlul Bait,Makassar, di akhir Februari- awal Maret 2008 M.
Ini adalah tipuan, sebab mereka menamakan diri dengan ahlul bait[7].
Padahal mereka bukan ahlul bait, bahkan mereka adalah orang-orang
Persia, yang berasal dari Negeri Majusi (Penyembah Api). Mereka memiliki
agama tersendiri yang menyelisihi agama Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-  dan ahlul bait.
Namun mereka “pandai”!! Biar kaum muslimin tidak mengetahui hakikat kesesatan mereka, maka mereka melantik diri mereka sebagai “Pembela Ahlul Bait”[8] agar
menjadi jembatan dalam menipu dan menarik simpati kaum muslimin yang
tak tahu belang mereka. Sebab siapa yang tak cinta dengan Ahlul Bait??
Tapi jangan terpukau!! Ini hanya kecohan
dan tipuan orang-orang Syi’ah yang jahat dan pendusta !! Mereka ingin
menjerat kalian dalam jala-jala dan belenggu kesesatan mereka.
Agar kita sadar dan tahu apa itu agama Rofidhoh-Syi’ah dan sebab ia bisa jadi bahaya laten , ikuti pembahasan ini:
  • Definisi Syi’ah-Rofidhoh
Imam Ahlis Sunnah, Ahmad bin Hambal Asy-Syaibanyrahimahullah- berkata ketika mendefinisikan Rofidhoh,
Mereka adalah orang-orang yang berlepas-diri dari para sahabat Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam-, mencelanya, merendahkannya, dan
mengkafirkan para imam (pemimpin) kecuali empat:Ali, Ammar, Al-Miqdad,
dan Salman. Rofidhoh bukan termasuk agama Islam sedikitpun”.[9]
       Abu Hatim Ar-Rozy -rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya Rofidhoh menolak agama Islam”.[10]
       Abdullah bin Ahmad pernah bertanya tentang Rofidhoh, maka Imam Ahmad menjawab, “Orang-orang yang mencaci-maki dan mencela Abu Bakr dan Umar Radhiyallahu anhuma”.[11]
Kesimpulannya , Syaikh Fahd As-Suhaimyhafizhohullah– berkata, “Rofidhoh:
Orang-orang yang menolak kepemimpinan Abu Bakr dan Umar –Radhiyallahu
anhuma-, berlepas-diri darinya, mencaci-maki para sahabat Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , dan merendahkannya”.[12]
  • Aqidah Syi’ah- Rofidhoh
Kami telah sebutkan bahwa Rofidhoh memiliki aqidah yang menyelisihi
aqidah kita Ahli Sunnah wal Jama’ah. Aqidah mereka yang menyimpang amat
banyak jumlahnya. Karena banyaknya, maka kami hanya menyebutkan
sebagian diantaranya:
Aqidah Al-Qur’an Diselewengkan dan Diganti
Mereka meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang di
tangan kita telah diselewengkan ,diganti, ditambah, dan dikurangi
ayat-ayatnya. Kata mereka bahwa yang kurang adalah sebanyak dua kali
lipat Al-Qur’an yang ada.
Menurut mereka bahwa yang melakukan semua itu adalah Abu Bakar, Umar, dan Utsman Radhiyallahu anhum.
  Aqidah tahrif (diselewengkannya) Al-Qur’an diyakini oleh para pendahulu dan orang-orang belakangan diantara mereka. Bukan
seperti yang dikatakan secara dusta oleh orang-orang Rofidhoh pada
zaman ini bahwa aqidah tahrif (diselewengkannya) Al-Qur’an tak ada dalam
agama Rofidhoh-Syi’ah.
Justru sebaliknya, sekarang dengarkan orang yang mereka anggap ulama baik dulu maupun sekarang :
  Abu Ja’far Ash-Shodiq berkata, “Tak
ada seorangpun yang menyatakan ia telah mengumpulkan semua Al-Qur’an
sebagaimana Allah turunkan, kecuali dia itu pendusta. Tak ada yang
mengumpulkan dan menghafalnya sebagaimana ia diturunkan selain Ali bin
Abi Tholib dan para Imam setelahnya “.
[13]  
  Seorang Imam mereka, Ali bin Ibrahim Al-Qummy mengadakan pengubahan letak kata-kata dalam sebuah ayat dengan alasan bahwa Al-Qur’an yang ada telah diubah.[14]
Al-Kulainy (328 H), salah seorang guru besar Rofidhoh meriwayatkan dengan sanadnya dari Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr, ia berkata, “Abul
Hasan menyodorkan kepadaku sebuah mushaf, seraya berkata, [Kamu jangan
melihat di dalamnya]. Lalu saya pun membuka dan membaca di dalamnya
terdapat:
لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
Lalu aku jumpai disitu ada 70 nama orang-orang
Quraisy, dengan nama mereka dan nama bapak-bapaknya. (Ahmad) berkata, ”
Lalu beliaupun mengutus seseorang kepadaku dengan pesan, “Kirim
seseorang kepadaku bersama mushaf itu”.[15]
Dalam riwayat ini mereka isyaratkan bahwa mushaf yang ada
pada Abul Hasan (kalau tak salah dia adalah Ali bin Abi Tholib) adalah
mushaf yang lengkap dan masih bersih dari penyelewengan sahabat lain.
Adapun yang ada pada sahabat secara umum dan ada pada kita hari ini, kata mereka sudah diselewengkan lafazh dan maknanya. Ini jelas dusta !
Seorang Gembong Rofidhoh, Al-Mufid (413 H) berkata ketika menerangkan kesepakatan para ulama Rofidhoh-Syi’ah tentang diselewengkannya Al-Qur’an Al-Karim, “Mereka telah sepakat bahwa para imam-imam sesat[16] telah menyelisihi dalam kebanyakan penulisan Al-Qur’an. Mereka berpaling dari konsekwensi Al-Qur’an, dan Sunnah Nabi-Shallallahu
‘alaihi wa sallam- dan telah sepakat Mu’tazilah, Khowarij, Murji’ah,
Ahli Hadits tentang sesuatu yang menyelisihi Orang Imamiyyah (Rofidhoh)
dalam semua hal yang kami sebutkan”.
[17]
Bahkan ada diantara mereka menulis kitab khusus
menetapkan bahwa Al-Qur’an kita telah diselewengkan dan diganti. Orang
itu adalah An-Nuri Ath-Thibrisiy dalam kitabnya “Fashlul Khithob fi Itsbat Tahrif Kitab Robb Al-Arbab”.[18]
Adapun pengakuan sebagian orang Rofidhoh bahwa mereka tak
meyakini hal itu karena disana ada 4 ulama mereka tidak menyatakan
Al-Qur’an itu diselewengkan, maka kita serahkan kepada seorang ulama
mereka sendiri untuk menjawabnya.
Gembong Rofidhoh, Ni’matullah Al-Jaza’iry berkata setelah menyebutkan ijma’ ulama Rofidhoh-Syi’ah tentang adanya tahrif (penyelewengan) dalam Al-Qur’an, “Ya,
Al-Murtadho, Ash-Shoduq, Syaikh Ath-Thibrisy telah menyelisihi (mereka)
dalam masalah ini dan mereka menceritakan bahwa apa yang ada diantara
dua kulit mushaf ini adalah Al-Qur’an yang diturunkan, bukan selainnya. Tampaknya ucapan ini hanya muncul karena maslahat yang banyak,
diantaranya: menutup pintu celaan padanya, sebab kalau ini bisa terjadi
pada Al-Qur’an, maka bagaimana bisa mengamalkan kaedah-kaedahnya, dan
hukum-hukumnya disamping masuknya tahrif padanya—Akan datang jawaban
terhadap hal ini—Bagaimana mungkin (penyelisihan ) ini terjadi sedangkan
para ulama telah meriwayatkan dalam karangan mereka berita-berita yang
banyak memuat terjadinya perkara-perkara (tahrif) tersebut dalam Al-Qur’an, dan bahwasanya ayat demikian telah diturunkan lalu diganti ke ini “.
[19]
  Jadi, menurut Ni’matullah bahwa tahrif
dalam Al-Qur’an memang ada dan sulit diingkari oleh mereka, karena para
imam Syi’ah sendiri telah meriwayatkan dalam kitab-kitab mereka banyak
riwayat menguatkan terjadinya tahrif pada Al-Qur’an. Adapun empat imam
tersebut mengingkari adanya tahrif, itu hanya sekedar “taqiyah” (pura-pura) saja demi kemaslahatan agama mereka. Hal semacam ini sudah biasa di kalangan Rofidhoh. Jika terdesak dan takut disanggah oleh Ahlus Sunnah, yah tak ada jalan lain kecuali taqiyah (pura-pura) dengan menyatakan sesuatu di lisan mereka apa yang menyelisihi batinnya, demi menjaga kemaslahatan dakwah batil mereka.[20] Hal ini dikuatkan dengan ucapan ulama mereka yang mutakhirin.
  Pemimpin Rofidhoh, Al-Khumainy berkata dalam menegaskan adanya tahrif dalam Al-Qur’an,
…mereka (para sahabat,pen) menghapus ayat-ayat itu dari tempatnya, dan
menghilangkan Al-Qur’an itu dari pandangan alam selamanya…”
[21]
Terlebih lagi setelah terbitnya sebuah kitab “Tuhfah ‘Awwam Maqbul
yang dicetak dalam bahasa Urdu yang mendapat legitimasi dari para ulama
Rofidhoh-Syi’ah zaman sekarang. Diantaranya:Al-Allamah Al-Faqih
Ayatullah Al-Uzhma Haji Sayyid Mahmud Al-Husainy, Allamah Al-Faqih
Ayatullah Al-Uzhma Haji Sayyid Abul Qosim Al-Khu’iy, Allamah Al-Faqih
Ayatullah Al-Uzhma Haji Sayyid Muhammad Kazhim Syari’atumdari, Allamah
Al-Faqih Ayatullah Al-Uzhma Haji Sayyid Muhsin Al-Hakim Thoba’thoba’i.[22]
Dalam kitab ini disebutkan sebuah do’a berbahasa Arab, yang masyhur dengan “Du’a Shonamai Quraisy ” , artinya do’a untuk kedua berhala Quraisy, yaitu Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma. Bunyi doanya,
بسم الله الرحمن الرحيم . اللهم العن صنمي قريش
وجبتيهما و طاغوتيهما و إفكيهما و ابنتيهما اللذين خالف أمرك وأنكرا وحيك
وعصيا رسولك و قلبا دينك وحرفا كتابك
Artinya: ” Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Ya Allah, laknatlah dua berhala
Quraisy, jibtinya,thoghutnya, pendustanya, kedua anaknya. Yang keduanya
(dua berhala Quraisy) ini telah menyelisihi perintah-Mu, mengingkari
wahyu-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, membolak-balik agama-Mu, dan menyelewengkan (mentahrif) kitab-Mu “.
[23]
Ringkasnya, Ulama Ahlus Sunnah, Syaikh Abdullah Al-Jumailyhafizhahullah– setelah membawakan nas-nas ulama Rofidhoh tadi di atas berkata dalam menyimpulkan masalah ini, “Para ulama Rofidhoh
pada hari ini -yang telah disebutkan-, yang merupakan orang-orang yang
paling bagus dalam memberikan gambaran tentang mereka (yakni, tentang
orang-orang Rofidhoh). Semua (ulama mereka) menyatakan adanya tahrif
(penyelewengan) dalam Al-Qur’an, dan bahwa para sahabat telah menghapus
banyak ayat yang menunjukkan keutamaan Ahlul Bait agar mereka bisa
memegang tampuk kepemimpinan setelah Rasul. Adapun yang
digembar-gemborkan oleh sebagian ulama mereka hari ini berupa pernyataan
tidak adanya tahrif dalam Al-Qur’an, maka itu cuma sekedar
taqiyyah(pura-pura)
demi menjaga diri dengannya dari dampak buruk yang berbahaya, yang
terkadang menimpa mereka andaikan mereka menyatakan aqidah busuk ini
secara terang-terangan.
Hal ini telah ditegaskan oleh salah
seorang ulama pembesar mereka di India, Ahmad Sulthon Ahmad tatkala
berkata, “Sesungguhnya ulama Syi’ah yang mengingkari tahrif dalam
Al-Qur’an, tidak bisa dibawa (dipahami) pengingkaran mereka, kecuali
kepada makna taqiyyah .
[24]
  Mengenai adanya tahrif (penyelewengan) terhadap
Al-Qur’an, yang dilakukan sahabat menurut orang-orang Rofidhoh, maka
kita jawab,
Pertama: Merendahkan, melaknat sahabat,
dan menuduh sahabat melakukan penyelewengan terhapad Al-Qur’an merupakan
perbuatan Zindiq dan kemunafikan.
Abu Zur’ah Ar-Rozyrahimahullah– berkata, “Jika engkau melihat seseorang merendahkan salah seorang sahabat Rasulullah-Shallallahu
‘alaihi wa sallam- , maka ketahuilah dia itu orangnya zindik. Karena
Rasul di sisi kami adalah haq, dan Al-Qur’an adalah benar. Sedang Para
sahabat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- itulah yang
menyampaikan kepada kita Al-Qur’an ini , dan sunnah. Mereka (orang
zindiq) itu sebenarnya ingin menjatuhkan saksi-saksi kami untuk
membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah. Akan tetapi celaan itu lebih berhak
ditujukan kepada mereka, sedang mereka adalah orang-orang zindik”
.[25]
Adapun tuduhan Rofidhoh bahwa para sahabat telah mengubah, mengganti, dan mentahrif Al-Qur’an, maka ini merupakan cercaan kepada sahabat. Sebab bagaimana mungkin mereka mau melakukan perbuatan kufur seperti itu. Allah -Ta’ala- berfirman dalam memuji para sahabat Muhajirin dan Anshor,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ  [التوبة : 100]
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
(QS.At-Taubah :100)
  Orang yang dipuji oleh Allah sedemikian ini,
malah dituduh oleh Orang Syi’ah-Rofidhoh melakukan kekufuran berupa
tahrif Al-Qur’an.
Demi Allah, ini merupakan pendustaan besar
terhadap Allah -Ta’ala-, pendustaan terhadap ayat yang kami sebutkan.
Jelas sikap mereka yang mendustakan ayat Allah merupakan kekufuran!!!
Kedua: “Al-Qur’an Al-Karim merupakan Kitab Ilahi yang tidak tersentuh tahrif (penyelewengan) ataupun perubahan. Karena, Allah -Tabaroka wa Ta’ala- berjanji akan menjaga.
Berbeda dengan Taurat dan Injil, Allah tak menjamin untuk menjaganya.
Bahkan Allah memerintahkan mereka menjaga keduanya, tapi mereka
sia-siakan.
Ummat Islam telah sepakat sepanjang zaman bahwa Al-Qur’an Al-Karim yang telah diturunkan Allah kepada Nabi-Nya Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-merupakan
Al-Qur’an yang ada sekarang di tangan kaum muslimin. Di dalamnya tak
ada tambahan, ataupun pengurangan, dan tak pula perubahan, atau
penggantian dan tak mungkin tersentuh sedikitpun oleh perkara-perkara
semacam itu, karena adanya janji Allah untuk menjaga dan melindunginya.
Tak ada yang menyelisihi Ahlus Sunnah dalam masalah ini,
kecuali orang-orang Rofidhoh, tatkala mereka menyangka Al-Qur’an
Al-Karim itu telah terjadi di dalamnya tahrif,
perubahan, dan penggantian. Mereka menuduh para sahabat telah
menyelewengkan Al-Qur’an demi tendensi duniawi mereka. Subhanallah,
alangkah kejinya tuduhan tanpa bukti ini!!!
Aqidah mereka ini batil!!!! Dalil-dalil dari Al-Qur’an Al-Karim, ucapan para Imam Ahlul Bait sendiri, dan akal menunjukkan kebatilannya.” [26]
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) dan kami yang menjaganya”.[27]
  Imam para mufassirin, Abu Ja’far Ath-Thobaryrahimahullah– berkata dalam menafsirkan ayat ini,
“Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),  (“Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan Adz-Dzikr “) , yaitu Al-Qur’an. (“dan Kamilah yang
menjaganya”) , Allah Ta’ala berfirman: Sesungguhnya Kamilah yang menjaga
Al-Qur’an dari tambahan kebatilan padanya yang bukan termasuk darinya,
pengurangan sesuatu yang termasuk darinya berupa hukum, hudud, dan
kewajiban”.
[28]
  Selain nash Al-Qur’an di atas, akal pun menunjukkan kebatilan orang-orang Syi’ah-Rofidhoh yang menyatakan adanya tahrif
dalam Al-Qur’an!! Sebab, pernyataan seperti ini di dalamnya terdapat
mafsadah (kerusakan) yang besar, di antaranya : mencerca Allah, Nabi-Nya
dan para sahabatnya -radhiyallahu anhum-, serta para imam Ahlul bait.
Jadi, pernyataan Rofidhoh ini merupakan cercaan dan
tuduhan terhadap Allah bahwa Dia tidak memenuhi janjinya dalam menjaga
Al-Qur’an dari tahrif (penyelewengan)!!! Maha Suci Allah dari tuduhan
mereka yang seperti ini.
Perhatian:    Lempar Batu Sembunyi Tangan
Ada suatu kezholiman yang dilakukan oleh orang-orang
Syi’ah-Rofidhoh. Ketika mereka menuduh dan mencela habis-habisan dengan
alasan para sahabat menyelewengkan, mengubah, dan mengganti lafazh
Al-Qur’an[29]. Bahkan  mereka mengkafirkan sahabat.
Namun ketika orang-orang Syi’ah Rofidhoh men-tahrif
(menyelewengkan), mengubah, dan mengganti sebagian lafazh Al-Qur’an,
Maka mereka yah…tenang-tenang aja !!? Istilah orang : “Lempar batu sembunyi tangan”.
Sekarang tiba saatnya kami bawakan beberapa nukilan dari
ulama mereka yang telah mengacak-acak dan membolak-balik ayat suci
Al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya.
Tahrif (penyelewengan) yang dilakukan oleh orang Rofidhoh terhadap al-Qur’an ada dua macam:
Pertama, menafsirkan Al-Qur’an dengan
penafsiran yang tidak sesuai yang diinginkan Allah, dan mentakwil lafazh
Al-Qur’an bukan sesuai yang diturunkan sehingga kadang lucu, tapi
menjengkelkan perbuatan keji kaki-tangan mereka ini dalam mengutak-atik
Kitabullah. Kedua: Mereka mengganti lafazh Al-Qur’an dan mengubah letaknya. Berikut buktinya:
Al-Qummy, seorang gembong Rofidhoh membawakan riwayat dari Abu Abdillah –alaihissalam-, ia membaca ayat :
هذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمَا بِهِمَا تُكَذِّبَاِن تَصْلِيَانِهَا وَلاَ تَمُوْتَانِ فِيْهَا وَلاَ تَحْيَيَانِ
“Inilah neraka Jahannam yang kalian berdua telah
mendustakannya. Kalian akan masuk ke dalamnya, sedang kalian tidak mati
di dalamnya”.
Al-Qumy berkata dalam mentakwil ayat yang sudah diberi tambahan dan diganti lafazhnya ini, ” Maksudnya, Zuraiq dan Habtar”.[30]
Para pembaca yang budiman telah menyaksikan bagaimana
lancangnya mereka menyelewengkan ayat suci Al-Qur’an, dengan diberi
tambahan lafazh, diganti lafahznya, dan ditakwil dengan sekotor-kotornya
takwil. Padahal asli ayat itu dalam mushaf kita berbunyi begini,
هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي يُكَذِّبُ بِهَا الْمُجْرِمُونَ  [الرحمن : 43]
“Inilah neraka Jahannam yang didustakan oleh orang-orang yang berdosa”.[31]
Bagaimana mereka menyatakan dua orang terbaik (Abu Bakar dan Umar) dari ummat –menurut ijma’-
ini dikatakan keduanya masuk neraka?! Cuma karena tuduhan dusta mereka
bahwa keduanya telah merampas kekhilafahan dari Ali, atau karena tuduhan
dusta bahwa mereka telah men-tahrif, mengacak-acak, mengganti, dan mengubah ayat-ayat suci Al-Qur’an. Lalu kenapa orang-orang Rofidhoh itu tak mengkafirkan para pemimpin mereka dan diri mereka sendiri, disebabkan mereka telah men-tahrif, mengubah, dan mengganti ayat suci Al-Qur’an.
Jawabnya, “Lempar batu sembunyi tangan”. Kalau mereka bilang, “kami punya silsilah riwayat menetapkan ayat tsb.” Maka kami katakan kepada mereka,
“Namun silsilah riwayat tsb, entah palsu, atau di dalamnya terdapat
para pembawa berita yang pendusta, lemah hafalannya. Kedua, Ahlus Sunnah
juga punya silsilah riwayat menetapkan ayat-ayat yang mereka riwayatkan
dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
 . Lalu kenapa kalian
wahai orang Rofidhoh menyatakan mereka (para sahabat & Ahlus
Sunnah) telah mentahrif, mengganti, dan mengubah ayat suci ??!!! Sungguh
ini tidak adil. Makanya, kata pepatah Arab, ” Jika rumahmu terbuat dari kaca, kamu jangan melempari rumah orang dengan batu”. Karena kalian pun akan diberi balasan setimpal”.
Mungkin para pembaca belum puas dengan nukilan di atas, berikut tambahannya:
Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir, ulama kenamaan dari Pakistan dalam kitabnya Asy-Syi’ah wa As-Sunnah, hal.79 berkata ketika menyebutkan bukti tahrif yang dilakukan oleh Rofidhoh,
Diantara (bukti)nya apa yang diriwayatkan oleh Seorang Syi’ah, Ali bin
Ibrohim Al-Qumy dari bapaknya dari Al-Husain bin Kholid tentang ayat
Kursi seperti ini,
الم الله لا إله إلا هوالحي
القيوم لا تأخذه سنة ولا نوم له ما في السموات وما في الأرض وما بينهما وما
تحت الثرى عالم الغيب و الشهادة الرحمن الرحيم
[32]
Kemuadian Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir  komentari ayat palsu ini,
“Sudah dimaklumi bahwa baris terakhir tidak terdapat dalam Al-Qur’an
Al-Majid. Cuma sayangnya orang-orang Syi’ah meyakini itu termasuk bagian
ayat Kursi”
[33]
Ayat Kursi yang asli bunyinya,
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ
الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ
إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ
يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ
السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ
الْعَظِيمُ [البقرة : 255]
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang
di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah
tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan
bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar”.
(QS. Al-Baqoroh:255 )
Coba bandingkan ayat Kursi [Al-Baqoroh:255] yang ada dalam mushaf asli, di tangan Ahlis Sunnah, niscaya pembaca akan menemukan perbedaan besar!! Sebab mereka (orang-orang Syi’ah-Rofidhoh) mengadakan tambahan dan pengurangan lafazh-lafazh ayat.
Ketahuilah ini merupakan kekafiran yang
dilakukan oleh orang-orang Rofidhoh sebagaimana yang dulu dilakukan
Yahudi. Sebab satu huruf saja ditambahi atau dikurangi, seseorang bisa
kafir, apalagi kata & kalimat!!!
Sekali lagi pahlawan Ahlus Sunnah, Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir membawakan bukti bahwa Rofidhoh itu mengadakan tahrif (penyelewengan) terhadap Al-Qur’an.  Bagi pembaca yang ingin melihat bukti tersebut, lihatlah kitab beliau yang berjudul “Asy-Syi’ah wa Al-Qur’an”, (hal.22-23). Disitu beliau menyebutkan sekitar dua lembar Surah Palsu bernama Surah Al-Walayah”, yang disebutkan dan dibawakan oleh Ulama Syi’ah An-Nury At-Tibrisi dalam Fashl Al-Khithob, (hal.180-181), cet.Iran.
Kata orang ini -secara dusta- bahwa Utsmanlah yang menghilangkan Surah ini dari mushaf dan membakarnya !!!
Sekali lagi, tuduhan orang-orang Syi’ah bahwa sahabat Utsman mengubah dan menghilangkan ayat, ini tak benar adanya, bahkan orang-orang Syi’ah-lah yang mengubah dan menambahi ayat-ayat, dan surat-surat Al-Qur’an.
Semoga Allah melindungi kita dari sikap buruk sangka terhadap sahabat
yang telah membawa agama ini. Bagaimana mungkin Utsman yang paling paham
Islam mau menghapus ayat, apalagisurat !!! sebab itu merupakan
kekafiran!!!!
Mohon ma’af kepada Pembaca budiman, mungkin kepanjangan. Ringkasnya,
bagi yang ingin mengetahui dan melihat bukti kekejian tangan
orang-orang Syi’ah-Rofidhoh dalam menyelewengkan Kitabullah dengan
mengadakan penambahan, pengurangan, penggantian, dan perubahan huruf dan
ayat Al-Qur’an, maka tengoklah kitab “Asy-Syi’ah wa Al-Qur’an”, secara khusus (hal.166-342) karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir -rahimahullah-.
Sengaja kami tidak nukil sebab banyaknya dan khawatir para pembaca malas dan tak mau lagi meneruskan bacaannya.
Sebelum kami mengakhiri pembahasan ini, kami akan
membawakan beberapa ucapan Ahlis Sunnah yang menyatakan kafirnya orang
yang mengotak-atik Al-Qur’an.
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh-Zhohiryrahimahullah– berkata dalam “Marotib Al-Ijma’”(hal.174), ” Mereka [para ulama’] sepakat bahwa apa yang ada dalam Al-Qur’an adalah haq [benar], dan barangsiapa yang menambahi padanya satu huruf
saja, yang bukan termasuk dari qiro’ah [bacaan] yang teriwayatkan,
terjaga, dan ternukil seperti semua ulama, atau mengurangi satu huruf,
atau mengganti satu haruf dengan huruf lain secara sengaja, dan juga
tahu itu beda dengan apa yang ia lakukan, maka ia kafir !! “.
[34]
Al-Qodhi Iyadh -rahimahullah-  berkata dalam “Asy-Syifa” (2/304),
” Ketahuilah, barangsiapa yang merendahkan Al-Qur’an atau mushaf, atau
sesuatu darinya, atau ia mencelanya, atau menolaknya, baik satu huruf
atau ayat darinya; atau ia mendustakannya atau sedikitpun darinya; atau
ia mendustakan sesuatu yang telah ditegaskan di dalamnya berupa hukum,
berita ; atau ia menetapkan sesuatu yang ditiadakan oleh Al-Qur’an, atau
meniadakan sesuatu yang ditetapkan oleh Al-Qur’an sedang ia tahu hal
itu; atau ia ragu, maka ia kafir menurut ijma’ ahli ilmu”
.[35]
Jadi, orang yang melihat bukti-bukti tahrif dan otak-atik orang Rofidhoh, akan yakin dan tak ragu tentang kekufuran mereka.
Aqidah Reinkarnasi ( Roj’ah )
Reinkarnasi merupakan aqidah yang diyakini oleh
orang-orang Yahudi. Mereka meyakini bahwa ada sebagian orang bisa
bangkit dan kembali ke alam dunia ini.[36]
Aqidah reinkarnasi ini ternyata juga diyakini oleh orang-orang Syi’ah-Rofidhoh.[37] Ini bisa kita lihat dari referensi yang ditulis oleh mereka yang menetapkan aqidah ini. Sebagai contoh -bukan pembatasan-,
Al-Hurr Al-Amily, seorang ulama mereka berkata, “Ketahuilah
bahwa roj’ah (reinkarnasi) itu adalah kehidupan setelah mati sebelum
hari kiamat. Itulah yang dipahami dari maknanya. Disini para ulama
menegaskan hal ini sebagaimana akan datang…”
.[38]
Al-Ahsa’iy, seorang ulama Syi’ah berkata,
Ketahuilah bahwa reinkarnasi merupakan salah satu diantara rahasia
Allah. Menyatakan aqidah tersebut merupakan buah iman terhadap perkara
gaib. Yang dimaksud dengannya adalah kembalinya para imam –alaihissalam-  [39]dan
pengikutnya  serta musuh-musuh mereka  dari kedua belah pihak yang
memurnikan keimanan atau kekufuran. Bukan termasuk orang yang
dibinasakan oleh Allah di dunia dengan siksaan. Karena  barangsiapa yang
yang dibinasakan oleh Allah di dunia dengan siksaan, maka ia tak akan
kembali ke dunia “.
[40]
Apa yang dinyatakan oleh ulama’ mereka yang terdahulu, juga telah dikuatkan dan dinyatakan ulama mereka di zaman sekarang:
Ibrahim Al-Musawy, seorang ulama Syi’ah berkata,
” Reinkarnasi adalah ungkapan tentang dikumpulkannya suatu kaum ketika
munculnya Al-Qo’im Al-Hujjah (imam Mahdi palsu mereka,pen)
-alaihissalam- dari kalangang orang-orang yang sudah berlalu kematiannya
berupa pengikutnya agar mereka bisa berhasil mendapatkan
pertolongannya, dan bergembira dengan munculnya daulah mereka; dan juga
suatu kaum dari kalangan musuh-musuh mereka. Dia (Al-Qo’im) membalas
mereka sehingga mereka bisa mendapatkan siksaan yang sepantasnya, dan
pembunuhan lewat tangan pengikutnya, dan agar mereka ditimpakan kehinaan
karena menyaksikan ketinggian kalimatnya. Reinkarnasi menurut kami
–Imamiyyah, Itsna Asyariyah- [41] khusus bagi orang memurnikan keimanan, dan memurnikan kekufuran. Yang lainnya didiamkan”.
[42]
Muhammad Ridho Al-Muzhoffar, seorang Rofidhoh berkata,
Aqidah kami tentang reinkarnasi: Allah akan mengembalikan suatu kaum
dari kalangan orang-orang meninggal dunia dalam bentuk mereka dulu…”
[43]
Aqidah Roj’ah (reinkarnasi) ini diyakini oleh mereka dari dulu sampai sekarang. Ini bisa dilihat nanti dari hasil kesepakatan mereka.
Syaikh Abdullah Al-Jumailyhafizhahullah-, seorang ulama Ahlus Sunnah berkata,
Semua orang Rofidhoh berpendapat adanya aqidah roj’ah ini. Sungguh
telah dinukil oleh lebih dari satu orang ulama mereka yang masyhur ijma’
mereka dalam menyatakan aqidah roj’ah ini”.
[44]
Sebagai bukti adanya ijma’ mereka dalam masalah Roj’ah ini, Al-Mufid berkata dalam sebuah kitabnya dibawah judul Pendapat tentang Roj’ah :
” Al-Qur’an datang membawa kebenaran hal itu (yakni: roj’ah) dan banyak
berita-berita tentangnya. Orang-orang (Syi’ah) Imamiyyah semuanya di
atas pendapat ini, kecuali orang yang ganjil diantara mereka”.
[45]
Gembong Syi’ah, Al-Hur Al-Amily berkata ketika menukil dalil tentang roj’ah, “Dalil
keempat: Kesepakatan (ijma’) nya seluruh orang-orang Syi’ah Imamiyyah,
dan Itsna Asyariyyah tentang meyakini kebenaran roj’ah (reinkarnasi).
Tak nampak adanya orang yang menyelisihi ini diantara mereka, yang bisa
diperhitungkan ucapannya dari kalangan ulama (Rofidhoh,pen)dulu maupun
belakangan”
.[46]
Lalu ia berkata lagi ketika menyebutkan ulama mereka yang menukil ijma’ tentang adanya aqidah roj’ah dalam agama Rofidhoh, “Syaikh Al-Jalil Aminuddin Abu Ali Al-Fadhl Ibnul Hasan Ath-Thibrisy menukilnya dalam kitab Majma’ Al-Bayan li Ulum Al-Qur’an.
Diantara yang menukil ijma’ ini, Syaikh Al-Hasan bin Sulaiman bin
Kholid Al-Qummy dalam sebuah risalahnya tentang reinkarnasi. Dia berkata
di dalamnya dengan lafazh seperti ini: “Reinkarnasi termasuk perkara
yang disepakati ulama kami, bahkan semua orang-orang Imamiyyah”. Sungguh
telah dinukil ijma’ tentang masalah ini oleh Syaikh Syaikh Al-Mufid,
Sayyid Al-Murtadho, dan lainnya dari mereka. Pemilik kitab As-Siroth
Al-Mustaqim melontarkan ucapan yang panjang tentang reinkarnasi,
lahiriahnya ia menukil ijma’ juga”
.[47]
Diantara yang menukil ijma’ dari kalangan mutakhirin Syi’ah-Rofidhoh, Muhammad Ridho Al-Muzhoffar. Dia berkata,
“Ya, telah datang Al-Qur’an Al-Karim membawa (berita) terjadinya
reikarnasi ke dunia, berita-beritapun tentangnya banyak dari ahlul bait.
Orang-orang Syi’ah Imamiyyah semua di atas (pendapat ini), kecuali
sedikit diantara mereka yang mentakwil dalil yang datang tentang roj’ah
bahwa maknanya adalah kembalinya daulah, perintah dan larangan”.
[48]
Jadi, sekte sesat Syi’ah-Rofidhoh menyatakan bahwa ulama
mereka sepakat tentang adanya reinkarnasi (kebangkitan) di dunia sebelum
datangnya hari kiamat.
Adapun aqidah yang benar di sisi Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam- dan para sahabat dan ulama kaum muslimin bahwa hal itu tak
ada, kecuali setelah tegaknya kiamat, manusia akan dibangkitkan dari
kuburnya!!
Batilnya Aqidah Reinkarnasi
Aqidah reinkarnasi merupakan aqidah yang menyelisihi
Al-Qur’an dan aqidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah sebagaimana yang
dijelaskan oleh para ulama kita.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany berkata, “Tasyayyu’ (jadi orang Syi’ah)adalah mencintai[49]
  dan mendahulukan Ali dari pada
sahabat (lain). Barangsiapa yang mendahulukan Ali daripada Abu Bakar dan
Umar, maka ia telah keterlaluan dalam tasyayyu’-nya dan dinamai orang
Rofidhoh. Kalau tidak, maka dia orang Syi’ah. Kalau ditambah lagi dengan
pencelaan (terhadap sahabat), dan menegaskan kebencian (kepada mereka),
maka dia itu ekstrim. Jika ia meyakini reinkarnasi ke dunia, maka ia lebih ekstrim lagi
.[50]
Abdul Aziz bin Waliyullah Ad-Dahlawy -rahimahullah- berkata dalam mengingkari aqidah reinkarnasi,
” Aqidah ini merupakan penyelisihan yang amat gamblang terhadap
Al-Kitab, karena roj’ah (reinkarnasi) sungguh telah dibatalkan dalam
banyak ayat, diantaranya firman-Nya Ta’ala
,
قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ
صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ
وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (100)  [المؤمنون : 99 –
101]
“[…dia berkata,” Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke
dunia) agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan”.
Sekali-kali tidak ! Sesungguhnya itu adalah perkara yang diucapkannya
saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka
dibangkitkan”].[51]
Jadi, firman-Nya, “…dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari
mereka dibangkitkan”, gamblang sekali dalam meniadakan aqidah
reinkarnasi secara mutlak”
.[52]
“Diantara aqidah Ahlis Sunnah bahwa tak ada seorang mayatpun sebelum hari kebangkitan dapat kembali (ke dunia). Maka Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-tidak
dapat kembali (ke dunia). Demikian pula seorang dari para sahabatnya
selain pada hari kiamat ketika Allah mengembalikan orang-orang mukmin
dan kafir untuk dihisab dan diberi ganjaran. Ini merupakan ijma’
(kesepakatan) semua orang Islam sebelum munculnya orang-orang Rofidhoh”.[53][Lihat Mas’alah At-Taqrib” (hal.115)]
 Faedah: Ada satu perkara aneh
dalam aqidah reinkarnasi yang diyakini oleh Rofidhoh, yaitu pernyataan
mereka bahwa yang mengalami reinkarnasi nanti, khusus para sahabat yang dikafirkan oleh Rofidhoh, dan ahlul bait (???).
Lantas kemana orang-orang kafir, Yahudi, Nashoro, dan
Majusi??! Padahal mereka juga kafir!! Ini menunjukkan bahwa aqidah
reinkarnasi ini dibangun di atas rasa benci dan hasad kepada para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
yang telah menyampaikan agama Islam ini kepada manusia dengan bersih,
penuh amanah dan kejujuran. Sebab mereka ini (yakni para sahabat) adalah
orang-orang yang benar-benar paham dan takut kepada Allah jika mereka
berdusta atas agama-Nya sehingga membuat orang-orang zindik (munafiq)
benci kepada para sahabat. Apalagi ketika mereka (orang-orang zindik)
ini menyaksikan agama Islam mampu mengalahkan agama-agama lain.
Para sahabat dan kaum muslilmin memiliki kekuasaan yang
luas sehingga bisa menundukkan negara-negara lain yang menghalangi
dakwah Islam. Karenanya, sebagian orang-orang zindik yang enggan
meninggalkan agama mereka berusaha sekuat mungkin mempertahankan dan
masih mengamalkan agamanya, sekalipun mereka sudah ngaku masuk Islam.[54]
Inilah yang dialami oleh orang-orang Rofidhoh.
Nenek-moyang mereka enggan meninggalkan agama Majusi mereka, sehingga
berusaha mempertahankan agama mereka di kalangan anak keturunan mereka,
bahkan diadopsi ke tengah kaum muslimin yang belakang hari menyebarkan
penyakit zindik dan munafik, berani mencela sahabat dan mengutak-atik Al-Qur’an.
Aqidah Al-Bada’ (Munculnya Ide Baru bagi Allah)
Orang-orang Syi’ah-Rofidhoh meyakini bahwa ide Allah boleh saja berubah setelah Allah tetapkan dan muncul ilmu baru bagi Allah, na’udzubillah!! [55]Ini merupakan kelancangan terhadap Allah Robbul alamin -Subhanahu wa Ta’ala-.
Seorang ulama mereka, Muhammad bin Mas’ud Iyasyi berkata ketika menetapkan aqidah Al-Bada’ ini, ” Dari Muhammad bin Muslim dari Abu Ja’far Alahissalam,
“Dan ingatlah ketika Kami berjanji kepada Musa (akan memberi Taurat setelah ) empat puluh malam…”[56]
Dia (Abu Ja’far) berkata, “Dulu menurut ilmu Allah
dan taqdir-Nya adalah 30 malam, kemudian tampak ide baru bagi Allah,
lalu Dia-pun menambahinya sepuluh hari. Maka sempurnalah waktu yang
telah ditentukan oleh Robb-Nya, baik yang pertama maupun yang terakhir
menjadi empat puluh malam”.
[57]
Tokoh Syi’ah, An-Nubakhti menyebutkan, “Bahwa
Ja’far bin Muhammad Al-Baqir menetapkan kepemimpinan anaknya, Isam’il
dan hal itu telah diisyaratkan ketika ia masih hidup. Kemudian Isam’il
meninggal sedang ia (Ja’far) masih hidup. Dia pun berkata, ‘”Tidak tampak (ide baru) bagi Allah sedikitpun sebagaimana tampaknya  hal itu pada Isma’il, anakku’ “.
[58]
Syaikh Ihsan Ilahi Zhohirrahimahullah–  berkata dalam membantah dan mengomentari ucapan dan riwayat orang-orang Syi’ah ini, “Riwayat-riwayat ini menetapkan makna Al-Bada’  bahwa Allah mengetahui sesuatu yang Allah belum ketahui sebelumnya. Inilah yang diyakini oleh orang-orang Syi’ah tentang Allah. Padahal Allah telah menerangkan tentang ilmu-Nya dengan firman-Nya melalui lisan Musa –alaihis salam-[59],
Tuhan Kami tidak akan salah dan tidak (pula) salah[60].”.[61]
Riwayat tentang aqidah Al-Bada’
 ini sebenarnya banyak sekali dalam kitab-kitab mereka. Andaikan bukan
karena umur itu pendek, niscaya akan kami bawakan lebih banyak dari ini.
Diantara ulama mereka ada yang membuatkan bab khusus menetapkan aqidah ini sampai orang-orang mutakhirin mereka tak mampu menyembunyikan aqidah Al-Bada’ini dan menolaknya, disebabkan banyaknya riwayat-riwayat yang menetapkan hal tersebut dalam kitab-kitab induk mereka.
Sekalipun ada diantara mereka berusaha menolaknya dan membersihkan orang Rofidhoh dari kenyataan ini, tapi atas dasar taqiyyah(baca: pura-pura) setelah telinga mereka panas mendengarkan sanggahan ulama’ Ahlus Sunnah –rahimahumullah-.[62]
Namun sayangnya usaha ini tak ada artinya, karena dia telah didahului adanya ijma’ dan kesepakatan dari kalangan pendahulu mereka[63]. Berikut ini bukti ijma’ mereka,
Al-Mufid, seorang ulama Rofidhoh berkata, “Pendapat
orang-orang Imamiyyah (maksudnya: Rofidhoh) tentang aqidah Al-Bada’ ,
metode (penetapannya) menurut dalil sam’i, bukan dengan akal. Telah
datang berita (riwayat-riwayat) tentang hal itu dari para imam –alaihis
salam-”.
[64]
Bahkan Al-Mufid menukil ijma’ orang-orang Rofidhoh secara gamblang adanya aqidah Al-Bada’ dalam ajaran mereka melalui kitabnya “Awa’il Al-Maqolat”, sekaligus menetapkan bahwa mereka dalam aqidah ini menyelisihi semua sekte Islam.[65]
Para pembaca yang budiman, aqidah Al-Bada’ ini amat berbahaya sebab menetapkan sifat bodoh atau lupa bagi Allah Robbul Alamin sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Ini merupakan kekafiran yang nyata.
Mencela Para Sahabat
Seusai membawakan aqidah-aqidah mereka yang sangat parah
karena sudah sampai pada tingkat kekufuran, maka kami merasa terpanggil
untuk membawakan aqidah mereka tentang wajibnya mencela, bahkan melaknat para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , yang telah membawa syari’at ini dengan penuh kejujuran, tanpa ditambah dan dan tanpa dikurangi.
Saya terdorong untuk membahasnya karena dengan mencela
sahabat, mereka bisa meruntuhkan kepercayaan seseorang sehingga ia tak
mau lagi menerima dan mendengarkan hadits-hadits yang berisi syari’at
Islam, yang telah didengarkan dan diriwayatkan oleh para sahabat dari
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Berikutnya, mereka masukkan pemikiran Syi’ah-Rofidhoh dengan kedok cinta dan pembelaan terhadap Ahlul Bait
dengan cara membuat riwayat-riwayat palsu yang menggambarkan adanya
sengketa antara ahlul bait dengan sahabat yang bukan ahlul bait, sebagai
jalan bagi orang-orang Syi’ah  dalam mencela para sahabat yang bukan
Ahlul bait.[66]
Padahal ahlul bait cinta kepada semua sahabat. Adapun orang-orang Syi’ah, yang ada penyakit di hatinya, sebaliknya membenci para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang telah membela Islam dan menyebarkannya.
Para Pembaca yang budiman, mencintai para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, baik itu ahlul bait maupun bukan, merupakan tanda keimanan seseorang.
Al-Imam Al-Bukhori -rahimahullah- dalam kitab Shohih-nya (1/14/17),Bab Tanda Keimanan Adalah Cinta Kepada Orang-Orang Anshor , membawakan sebuah hadits dari Anas –radhiyallahu anhu- dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , beliau bersabda,
آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ
“Tanda keimanan itu adalah mencintai orang-orang Anshor,dan tanda munafiq itu adalah membenci orang-orang Anshor”.[67]
Imam As-Suyuthirahimahullah– berkata ketika menafsirkan hadits di atas,
“Tanda-tanda orang beriman adalah mencintai orang-orang Anshor. Karena,
siapa saja yang mengerti martabat mereka dan apa yang mereka
persembahkan berupa pertolongan terhadap agama Islam, jerih-payah mereka
memenangkannya, menampung para sahabat (muhajirin,pen), cinta mereka
kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , pengorbanan jiwa dan harta
mereka di depan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , permusuhan
mereka terhadap semua orang (kafir) karena mengutamakan Islam dan
mencintainya, maka semua itu merupakan tanda kebenaran
imannya, dan jujurnya dia dalam ber-Islam. Barangsiapa yang membenci
mereka di balik semua pengorbanan itu, maka itu merupakan tanda rusak
dan busuknya niat orang ini”.
[68]
Dalam sebuah hadits Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda dalam menerangkan martabat para sahabat, baik ahlul bait, maupun non ahlul bait,
لا تسبوا أصحابي فلوا أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه
“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Andaikan
seorang di antara kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud, niscaya
infaq itu tak mampu mencapai satu mud infaq mereka, dan tidak pula
setengahnya”
.[69]
  Dari dua hadits ini dan hadits lainnya yang semakna, Ahlus Sunnah menetapkan suatu aqidah : Wajibnya mencintai para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
dan tidak mencela mereka, bahkan memuliakan mereka serta membersihkan
hati dan lisan dari membicarakan permasalahan diantara para sahabat,
mencela, merendahkan dan menghina para sahabat.
Sebab merekalah
yang memperjuangkan Islam dan menyebarkannya dengan mengorbankan harta
dan jiwa mereka sampai kita juga bisa merasakan nikmat Islam.
  Syaikhul Islam Abul Abbas Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata dalam menetapkan aqidah ini,
Diantara prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah: selamatnya hati dan
lisan mereka terhadap sahabat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
sebagaimana yang disifatkan Allah tentang mereka dalam firman-Nya,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ
وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاَّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا
إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  [الحشر : 10]
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang”.
(QS. Al-Hasyr : 10).
Juga (diantara prinsip aqidah Ahlus Sunnah) : menaati Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabdanya,
لا تسبوا أصحابي و الله لوا أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه
 [“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Demi Dzat
yang jiwaku ada di Tangan-Nya, andaikan seorang diantara kalian
berinfaq emas sebesar gunung Uhud, niscaya infaqnya tak mampu mencapai
satu mud infaq mereka, dan tidak pula setengahnya”]. Mereka menerima
yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah berupa keutamaan dan martabat
para sahabat”.
[70] Selesai Ucapan Syaikhul Islam.
  Prinsip aqidah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam ini telah lama diyakini dan diterapkan oleh ulama ahlis sunnah.
Imam Ahmad bin Hambal dan Ali ibnul Madinyrahimahumallah– , keduanya berkata,
“Barangsiapa yang melecehkan salah seorang diantara sahabat Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau ia membencinya karena sesuatu
darinya atau menyebutkan kejelekannya, maka orang ini adalah mubtadi’
(ahli bid’ah) sampai ia mau mendo’akan rahmat bagi mereka semuanya, dan
hatinya selamat terhadap mereka”.
[71]
  Imam Al-Bukhory rahimahullah– berkata, “Saya
menjumpai lebih dari seribu orang ahli ilmu dari Hijaz, Makkah,
Madinah, Bashrah, Kufah, Wasith, Baghdad, Syam dan Mesir. Aku menemui
mereka berkali-kali dari masa ke masa. Aku menemui mereka sedang
jumlahnya masih banyak sejak lebih dari 46 tahun silam. Saya tak menemui
seorang pun diantara mereka berselisih dalam perkara-perkara ini (lalu
ia sebut diantaranya): Saya tak melihat seorang diantara mereka mencela
sahabat Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan mereka melarang
dari bid’ah serta mencintai sesuatu yang dulu di jalani oleh Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya”.
[72]
Adapun keyakinan Ahlus Sunnah tentang Ahlul Bait, maka
mereka mencintai dan memuliakan mereka sebagaimana umumnya sahabat,
tanpa mengkultuskan mereka.
Imam Abdul Qohir Al-Baghdadyrahimahullah– berkata,
“Ahlus Sunnah menyatakan loyal terhadap Al-Hasan , Al-Husain, dan para
cucu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang masyhur seperti
Al-Hasan Ibnul Hasan, Abdullah Ibnul Hasan, Ali Ibnul Husain Zainul
Abidin, Muhammad bin Ali Ibnul Husain yang dikenal dengan Al-Baqir,
…Ja’far bin Muhammad yang ma’ruf dengan Ash-Shodiq, Musa bin Ja’far, Ali
bin Musa Ar-Ridho, demikian pula yang mereka nyatakan sama pada semua
anak kandung Ali seperti Al-Abbas, Umar dan Muhammad Ibnul Hanafiyyah;
semua yang menempuh sunnah bapak-bapaknya yang suci. Bukan yang condong
diantara mereka kepada madzhab Mu’tazilah atau Rofidhoh, dan bukan
menisbahkan diri kepada mereka, berlebihan dengan sikap permusuhan dan
kezholimannya”.
[73]
Jadi, berdasarkan nukilan di atas dapat dipahami bahwa
Ahlus Sunnah mencintai Ahlul Bait dan semua sahabat. Bukan seperti
orang-orang Syi’ah-Rofidhoh, mereka membenci sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan dalih cinta Ahlul Bait.[74]
Pembaca yang budiman, mungkin anda dari tadi bertanya-tanya dalam hati, Apa sih buktinya orang Syi’ah-Rofidhoh membenci sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ?
Jawabnya: Banyak sekali riwayat-riwayat
yang dinisbahkan secara dusta kepada Ahlul bait dalam kitab mereka yang
menetapkan bahwa mereka mencela , dan membenci sahabat, bahkan
mengkafirkan mereka.
Berikut ini akan kami nukilkan dari kitab mereka yang
merupakan pegangan dan pedoman orang-orang Syi’ah-Rofidhoh agar para
pembaca yakin terhadap ucapan ulama kita di atas :
Al-Kulainy menyebutkan dalam Al-Kafi dengan sanadnya dari Abu Ja’far, ia berkata,
Dulu manusia semuanya murtad sepeninggal Nabi selain tiga orang. Saya
katakan, Siapa tiga orang itu? Ia jawab, “Al-Miqdad ibnul Aswad, Abu
Dzar Al-Ghifary, dan Salman Al-Farisy rahmatullah wabarakatuhu
alaihim-”.
[75]
Terus Al-Kulainy membawakan riwayat lain dari Humron bin A’yun, ia berkata, Saya berkata kepada Abu Ja’far –alaihissalam-, “Aku
jadikan engkau tebusanku, alangkah sedikitnya kita. Andai kita
berkumpul (makan,pen) seekor kambing, niscaya kita tak akan mampu
menghabiskannya”. Maka ia berkata, ” Maukah kamu kuceritakan
sesuatu yang lebih mengherankan lagi daripada itu? Muhajirin dan Anshor
telah hilang kecuali tiga-sambil berisyarat dengan tangannya-
“.[76]
Inilah sikap mereka kepada sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- . Adapun sikap mereka kepada Khulafa’ur Rasyidin, maka silakan baca nukilan berikut ini,
Muhammad Baqir Al-Majlisy, seorang pemuka mereka berkata, ” Aqidah kami (Syi’ah) dalam hal berlepas-diriadalah kami berlepas-diri dari empat berhala :
Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Mu’awiyah; dan juga dari empat wanita:
A’isyah, Hafshoh, Hindun, dan Ummul Hakam, serta berlepas diri dari
semua pendukung dan pengikut mereka. Mereka itu sejelek-jelek makhluk
Allah di muka bumi. Tidak sempurna iman kepada Allah, Rasul-Nya, dan
para imam kecuali setelah berlepas diri dari musuh-musuh mereka”.
[77]
Inilah sikap mereka kepada para Kholifah kaum muslimin, sahabat terbaik Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , nah bagaimana lagi sikap mereka terhadap sahabat yang di bawah tingkatan mereka dan kaum muslimin secara umum. [78]
Sungguhnya riwayat-riwayat ini yang memutuskan murtadnya
generasi terbaik tersebut, tidak dikecualikan di dalamnya selain tiga
atau empat atau tujuh -paling maksimal-.
Riwayat-riwayat ini di dalamnya tidak disebutkan
Ahlul Bait. Jadi, hukum murtad dalam nas-nas ini mencakup semua sahabat,
baik itu kerabat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, istri-istrinya (Ummahatul Mu’minin) dan lainnya. Nas-nas itu mencakup para sahabat dan Ahlul Bait. 
Padahal pemalsu riwayat ini mengaku mendukung Ahlul Baitnya (keluarga)Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- . Ini tiada lain, kecuali merupakan bukti bahwa “tasyayyu”  (ngaku mendukung Ahlul Bait), cuma sekedar kedok dalam merealisasikan misi-misi busuk mereka melawan Islam dan pemeluknya.
Alangkah benarnya apa yang dikatakan oleh Abu Hatim Ar-Rozi –-rahimahullah-, “Jika
engkau melihat seseorang merendahkan salah seorang sahabat Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , maka ketahuilah dia itu orangnya
zindik. Karena Rasul -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
di sisi
kami adalah haq, dan Al-Qur’an adalah benar. Sedang Para sahabat
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- itulah yang menyampaikan
kepada kita Al-Qur’an ini , dan sunnah. Mereka (orang zindiq) itu
sebenarnya ingin menjatuhkan saksi-saksi kami untuk membatalkan Al-Kitab
dan As-Sunnah. Akan tetapi celaan itu lebih berhak ditujukan kepada
mereka, sedang mereka adalah orang-orang zindik”.
[79]
Taqiyyah (Berbulu Domba)
Ada suatu perkara yang perlu kami jelaskan agar pembahasan terdahulu semakin kokoh. Perkara itu adalah perkara Taqiyyah (pura-pura). Dengan senjata dan tameng Taqiyyah ini mereka mampu mengelabui kaum muslimin.
  Bayangkan ketika pembaca misalnya sudah capek-capek
membahas dan menjelaskan aqidah sesat mereka di hadapan mereka sesuai
penjelasan kami di atas. Lantas mereka dengan mudah mengelabui anda dan
kaum muslimin lainnya seraya mereka berkata dan mengingkari, “Wah, apa yang anda bilang bahwa kami orang-orang Syi’ah-Rofidhoh menuduh sahabat Nabi r menyelewengkan Al-Qur’an, meyakini aqidah Al-Bada’, dan reinkarnasi, dan mencela sahabat Nabi . Semua itu tidak benar adanya”
  Tameng Taqiyyah (pura-pura) ini sering mereka
gunakan ketika berdialog dengan Ahlus Sunnah yang memiliki ilmu dan
mengerti aqidah dan akhlak mereka sebagai jalan untuk berkelit dan
menghindar dari hujjah yang kita tujukan kepada mereka. Adapun
orang awam, maka mereka masuk dari segi pencelaan terhadap sahabat agar
orang awam jatuh kepercayaannya kepada sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , dan balik percaya kepada orang-orang Syi’ah-Rofidhoh yang pendusta. Maka hati-hatilah wahai pembaca yang budiman dari racun Taqiyyah mereka. Dan jika kalian sudah menegakkan hujjah atas mereka, dan mereka balik menggunakan Taqiyyah
(pura-pura) dan mengingkari hujjah kalian, maka tinggalkanlah tempat
itu karena tak ada gunanya dan habiskan waktu. Bahkan malah membahayakan
diri anda karena yang namanya syubhat itu sangat berbahaya, terkadang
bercokol di hati dan tak bisa menjawabnya dan mengobatinya. Akhirnya
bisa menjadi penyakit yang akut membahayakan aqidah kalian, Na’udzu
billah !!
  Aqidah Taqiyyah ini telah ditegaskan dan
disebutkan dalam kitab-kitab referensi mereka. Mungkin ada baiknya kita
nukil beberapa ucapan mereka yang menetapkan tentang Taqiyyah ini sebagai berikut :
Orang kepercayaan mereka, Muhammad bin Ali Ibnul Husain bin Babawaih berkata, ” Taqiyyah wajib. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia seperti halnya orang yang meninggalkan sholat”.[80]
Al-Askari menukil dalam tafsirnya dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , katanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Ibarat seorang mukmin yang tidak ada taqiyahnya seperti suatu jasad yang tak ada kepalanya”.[81]
 Al-Kulaini meriwayatkan dari Muhammad bin Ali Ibnul Husain yang dikenal dengan Al-Baqir, ia berkata, ” Sesuatu apalagi yang lebih menyejukkan mataku daripada dibandingkan dengan taqiyyah. Sesungguhnya Taqiyyah itu merupakan tameng bagi seorang mukmin .[82]
Al-Kulaini yang dianggap imam Bukhori-nya orang Syi’ah-Rofidhoh meriwayatkan dari Ja’far Ash-Shodiq, ia berkata,
” Tidak, demi Allah ! Tak ada sesuatu yang yang lebih aku cintai di
muka bumi ini dibandingkan Taqiyyah, hai Habib.Sebab Barangsiapa yang
memiliki Taqiyyah , niscaya ia akan diangkat oleh
Allah, wahai Habib. Barangsiapa yang tak memiliki Taqiyyah, niscaya ia
akan direndahkan oleh Allah”
.[83]
Al-Ardabily meriwayatkan dari Ali bin Musa, “Tak ada agama bagi orang yang memiliki wara’, dan tak ada iman bagi orang yang tak memiliki Taqiyyah”[84]
Al-Kulainysekali lagi menukil dari Abu Ja’far (lahir tahun 57 H), dia berkata, ” Taqiyyah merupakan agamaku, dan agama nenek-moyangku. Dan tak ada iman bagi orang tak memiliki Taqiyyah”. [85]
Setelah kita membawakan riwayat-riwayat yang menetapkan
aqidah Taqiyyah ini, mungkin ada sebagian diantara pembaca masih
bertanya-tanya, “Apa sih makna Taqiyyah menurut orang-orang Syi’ah-Rofidhoh”. Nah, ada baiknya kami bawakan defenisinya menurut pemimpin mereka sendiri :
Seorang pemimpin mereka, Al-Mufid mendefinisikan Taqiyyah menurut agama Syi’ah seraya berkata, ” Taqiyyah adalah menyembunyikan kebenaran, menutupi keyakinan (aqidah)tentangnya,
menutup diri dari orang yang menyelisihi, dan tidak menampakkan (jati
diri) di depan mereka karena sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya bagi
agama dan dunia”.
[86]
Yusuf Al-Bahrani, seorang gembong mereka berkata,
” Yang dimaksud dengan Taqiyyah adalah menampakkan sikap setuju
terhadap orang yang menyelisihi dalam hal yang mereka anut karena
takut”.
[87]
Al-Khumainy, dedengkot orang-orang Syi’ah- Rofidhoh berkata, Taqiyah
maknanya adalah Seseorang mengucapkan perkataan yang menyelisihi
kenyataan atau dia mengerjakan suatu amalan yang menyelisihi timbangan
syari’at demi menjaga darah, kehormatan dan hartanya”.
[88]
Inilah definisi Taqiyyah. Intinya, mereka jadikan taqiyyah itu tameng dari Ahlus Sunnah karena ada dua tujuan : Pertama, untuk mengelabui orang awam. Kedua,
untuk menghindar dari hujjah Ahlus Sunnah atas mereka. Semuanya satu
muara, yaitu agar agama mereka yang sesat tidak tersingkap belangnya !!!
Terakhir, kami akan nukilkan ucapan seorang ulama kita
yang telah menghabiskan waktunya membantah dan membongkar kesesatan
Syi’ah-Rofidhoh, Yaitu Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir rahimahullah-. Beliau berkata, “Sebagian orang Syi’ah pura-pura beralasan bahwa mereka (Syi’ah-Rofidhoh) tidak menginginkan dengan Taqiyyah
untuk berdusta, bahkan mereka memaksudkan dengannya untuk menutupi
urusan mereka demi menjaga jiwa, dan menjaga diri dari kejelekan.”
Kemudian beliau berkata lagi dalam membantah tipu muslihat tersebut, “Hakekatnya, bukan begitu, bahkan mereka juga dusta dalam hal ini karena mereka menginginkan dengan Taqiyyah
ini untuk berdusta dan mengelabui orang, serta menampakkan diri dengan
sesuatu yang berlainan dengan yang mereka rahasiakan.
Buktinya
berikut ini:…Dan disana ada riwayat lain yang menegaskan bahwa Taqiyyah
itu adalah kemunafikan murni. Al-Kulaini meriwayatkan dalam kitab
Ar-Roudhoh dari “Al-Kafi” dari Muhammad bin Muslim berkata, “Saya masuk
menemui Abu Abdillah alaihissalam, dan di sampingnya ada Abu Hanifah.
Lalu aku berkata kepadanya,” Aku jadi tebusanmu, aku melihat mimpi yang
aneh”. Dia –Abu Abdillah- berkata, “Ceritakan, Orang pandai sedang
duduk-seraya ia arahkan tangannya ke Abu Hanifah”. Lalu aku bercerita,
“Aku masuk rumahku, tiba-tiba keluargaku membangkang. Maka akupun
memecahkan banyak biji kelapa dan menaburkannya ke kepalaku. Aku heran
terhadap mimpi ini” Abu Hanifahpun berkata, “Kamu orangnya suka tengkar
dan suka mencela dalam hal warisan keluargamu. Setelah usaha keras kamu
akan mendapatkan hajatmu darinya, InsyaAllah”. Abu Abdillah berkata,
“Demi Allah, Kamu benar wahai Abu Hanifah”. Dia (Muhammad bin Muslim)
berkata, “Lalu Abu Hanifahpun pergi darinya seraya aku berkata,” Aku
jadi tebusanmu, sesungguhnya aku benci ta’bir mimpinya orang Nawashib
ini[89]
. Maka ia menjawab, “Wahai bin Muslim, semoga Allah tidak
menghinakanmu. Ta’bir mimpinya orang-orang Nawashib tidak mungkin akan
cocok dengan ta’bir mimpi kita. Ta’bir kita bukan ta’bir mereka. Ta’bir
yang sebenarnya bukanlah sebagaimana yang dita’birkan oleh abu Hanifah”.
Lalu akupun berkata kepadanya, “Aku jadi tebusanmu, Ucapanmu: [Kamu
benar] dan andapun bersumpah atasnya. Padahal dia salah ? Dia jawab,
“Ya, dia saya bersumpah bahwa dia itu benar keliru”
.[90]
Sudah dikenal bahwa Abu Hanifah bukanlah seorang yang
memiliki kekuasaan dan kekuatan sehingga disegani dan ditakuti, bahkan
beliau malah menolak untuk menjadi hakim ketika beliau diminta menjadi
hakim dan justru memilih menjadi seorang penjual kain sebagaimana
layaknya rakyat jelata.
Mungkin kalau Abu Hanifah punya kekuasaan dan kekuatan
yang bisa merongrong dan mengancam keberadaan agama Syi’ah, maka mungkin
ada benarnya. Tapi Abu Hanifah tidak punya kekuasaan dan kekuatan!!
Lantas kenapa mereka sembunyikan perkara mereka di hadapan Abu Hanifah
dengan cara berdusta ?? Jawabannya, pembaca bisa tebak sendiri. Ya, karena agama mereka memang dibangun di atas dusta, dibangun di atas Taqiyyah (pura-pura). Mereka ibaratnya musang berbulu-domba.
Inilah yang bisa kami kumpulkan tentang inti
ajaran agama Syi’ah-Rofidhoh,  yang Islam berlepas-diri darinya. Kalau
kami kumpulkan semua penyimpangan mereka, niscaya pembaca akan kaget
membacanya. Ambillah sebagai contoh, Syirik besar yang mereka lakukan di hari kematian Husain. Mereka bersujud dari luar bangunan sampai masuk pekuburan Husain;  juga pengkultusan mereka kepada imam-imam mereka sampai mereka menyatakan bahwa para Nabi dan Malaikat Allah tak mampu mencapai kedudukan para imam mereka; Penghinaan mereka kepada Jibril; Mereka telah menuduh Jibril telah salah dalam menyampaikan wahyu yang sebenarnya disampaikan kepada Ali bin Abi Tholib; Mereka menghalalkan zina yang mereka istilahkan dengan nikah muth’ah[91]. Padahal telah disepakati oleh para ulama bahwa barangsiapa yang menghalalkan suatu ma’shiyat-termasuk muth’ah– setelah nyata baginya dalil dan hujjah pengharamannya, maka ia dihukumi kafir; Mereka mengusap kaki mereka yang tidak memakai khuf atau kaos kaki saat berwudhu’,
tanpa dicuci. Model wudhu seperti ini tak sah !! sebab ada yang tak
tercuci. Padahal sebesar logam aja tak tercuci menyebabkan wudhu
seseorang itu batal sebagaimana dalam hadits Wailun lil A’qob minannar ; Mereka menghalalkan darah kaum muslimin; dan masih banyak lagi kesesatan mereka.
Cukuplah yang kami sebutkan sebagai contoh dan bukti
kesesatan mereka. Semoga risalah ringkas ini bisa menjadi benteng bagi
para pembaca dari serangan syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang
Syi’ah-Rofidhoh, sekaligus peneguh hati untuk senantiasa menempuh
jalannya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabat
yang mulia dan mencintai mereka, bukan jalannya orang-orang Syi’ah yang
merugi di dunia dan akhirat disebabkan mereka memilih jalan lain yang
tak pernah ditempuh oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , para sahabatnya, dan Ahlul Bait sendiri. Waakhiru da’waana ‘anil hamdulillahi Robbil alamin wa shollallahu alaihi wa ala alihi wa shohbihi wasallam.
Madinah, 28 Dzulqo’dah 1425 H/8 Jan 2005
Abdul Qodir Abu Fa’izah Al-Atsariy
Disempurnakan 12 Robi’ Al-Awwal 1434

[1] Perlu kami jelaskan bahwa ghibah ada dua macam : yang boleh dan yang terlarang sebagaimana
hal ini telah dijelaskan para ulama dalam kitab-kitab mereka. Namun
pada hari ini muncul sekelompok pemuda yang tidak berilmu menyatakan
bahwa membicarakan penyimpangan ahli bid’ah termasuk ghibah yang haram.
Mereka tak tahu bahwa membicarakan hal itu bukan ghibah yang haram , dan
cukuplah kitab-kitab yang akan kami sebutkan sebagai bantahan terhadap
pendapat mereka ini. Lihat perincian masalah ini dalam Riyadhush Sholihin min Hadits Sayyid Al-Mursalin, [hal.508-510] karya An-Nawawiy, cet. Dar Ibnul Jauzy, Al-Farq baina An-Nashihah wa At-Ta’yiir  karya Ibnu Rajab –rahimahullah-dan Manhaj Ahlis Sunnah fi Naqdi Ar-Rijal wa Al-Kutub wa Ath-Thowa’if (hal.39-41) karya Syaikh Robi’-Hafizhohullah wa Syafaah- , Ar-Rodd ala Al-Mukholif karya Syaikh Bakr Abu Zaid –hafizhahullah wa ro’ah-, dan Zajr Al-Mutahawin karya Syaikh Hamd Al-Utsman –hafizhohullah-.
[2]
Bukan seperti tuduhan sebagian anak muda sekarang. Ketika ulama kita
menjelaskan kekeliruan seorang ahli bid’ah (seperti da’i fiqhul waqi’),
mereka tuduh ulama itu dengan istilah “Ulama daulah, kaki tangan Amerika dan Zionis, Budak pemerintah, penakut”,dan
berbagai tuduhan lagi. Saya katakan :”Kalau ulama kita dituduh
macam-macam dan tidak dipercaya lagi, maka siapa lagi yang kita
percayai  dan kita tempati minta fatwa? Apakah anak muda yang menuduh
itu ? Demi Allah, ini merupakan tanda kiamat saat orang bodoh dijadikan
mufti .
[3]Diantara kitab-kitab referensi itu : Asy-Syi’ah wa As-Sunnah, dan Asy-Syi’ah wa Al-Qur’an keduanya karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir-rahimahullah-, Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahah Ar-Rofidhoh li Al-Yahud karya Syaikh Dr. Abdullah Al-Jumaily, Al-Intishor li Ash-Shohbi wal Aali karya Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily-hafizhohullah-,dan Mas’alah At-Taqrib baina Ahlis Sunnah wa As-Syi’ah. Jadi, semua nukilan dari kitab-kitab Syi’ah-Rofidhoh saya nukilkan dari kitab ini.
[4] Selanjutnya kami singkat dengan “Syi’ah-Rofidhoh”.
[5]
Bukti bahaya laten mereka telah masyhur berupa pembunuhan dan
pemboikotan terhadap Ahlus Sunnah di negeri asal mereka, Iran.Berita ini
kami dapatkan dari kawan-kawan di Islamic University of Madinah.
[6] Sangat disayangkan ada diantara mereka berasal  dari Indonesia. Mereka dikirim dari Indonesia ke kota Qum,
markaz pendidikan khusus Rofidhoh agar menjadi korban pemikiran dan
aqidah sesat Rofidhoh.  Selanjutnya pulang ke Indonesia menyebarkan
agama Rofidhoh-Syi’ah dan menanamkan kebencian kepada Ahlus Sunnah.
Inilah bahayanya belajar di sembarang tempat !!! Diantara korban
tersebut adalah Sufa Atha’na, seorang gembong Syi’ah-Rofidhoh di Makassar.
[7]
Ahlul Bait adalah seluruh anak keturunan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam-, istri-istri beliau, dan juga anak keturunan Al-Abbas bin Abdil
Muththolib, anak keturunan Abu Lahab yang meninggal di atas Islam.
[8] Padahal mereka adalah penghancur dan Perusak Kehormatan Ahlul Bait.
Lihat saja, mereka mencela semua sahabat, bahkan ahlul bait itu
sendiri, ketika mereka mengkafirkan para sahabat, dan menuduh A’isyah
(yang termasuk ahlul bait) telah berzina. Pada kenyataannya, A’isyah 
dan para sahabat bersih dari hal itu sebagaimana Allah jelaskan dalam
Al-Kitab Al-Aziz.
[9] Lihat As-Sunnah (82) oleh Imam Ahmad, dan Tobaqot Al-Hanabilah (1/33) karya Ibnu Abi Ya’la.
[10] Lihat I’tiqod Ahlis Sunnah (1/178) karya Al-Lalaka’i.
[11] Lihat As-Sunnah (2/548) karya Abdullah bin Ahmad.
[12]Lihat  Mudzakkiroh Al-Firoq (hal.18) karya Fahd As-Suhaimy, dicopy dari Maktabah Haramain , dan Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahah Ar-Rofidhoh li Al-Yahud (1/85) karya Syaikh Abdullah Al-Jumaily.
[13] Lihat Basho’ir Ad-Darojat (hal.213) oleh Abu Ja’far Muhammad Ibnul Hasan Ash-Shoffar (seorang Rofidhoh)
[14] Lihat Badzlul Majhud (1/389-391) karya Syaikh Al-Jumaily
[15] Lihat Ushul Al-Kafi (2/631) oleh Al-Kulainy. Kitab
ini menurut Rofidhoh seperti Shohih Al-Bukhory di sisi Ahlus Sunnah.
Jelas ini dusta, sebab rawi-rawi mereka kebanyakannya pendusta dan
dhoif.
[16] Maksudnya: para sahabat.
[17] Lihat Awa’il Al-Maqolat (hal.48-49) oleh Al-Mufid
[18] Dari judulnya sudah nyata mereka mengakui bahwa Al-Qur’an sudah diselewengkan, sebab judul kitabnya “Fashlul Khithob fi Itsbat Tahrif Kitab Robb Al-Arbab “, yang artinya: “Kata Keputusan dalam Menetapkan Adanya Penyelewengan dalam Kitab Tuhan Semesta Alam “.
[19] Lihat Al-Anwar An-Nu’maniyyah (2/358,359) oleh Ni’matullah Al-Jaza’iry, seorang Rofidhoh.
[20] Lihat Badzlul Majhud (1/409-410) karya Syaikh Abdullah Al-Jumaily
[21] Lihat Kasyful Asror (hal.131) oleh Al-Khumainy, dengan terjemah Dr. Muhammad Ahmad Al-Khothib.
[22]Para
pembaca jangan tertipu dengan banyaknya gelar mereka (Allamah Al-Faqih
Ayatullah Al-Uzhma Haji Sayyid). Itu Cuma gelar semu untuk menipu orang
awam. Saya teringat dengan diskusi seorang bernama Utsman Al-Khomis
ketika ia diskusi dengan seorang ulama Syi’ah, yang katanya mereka dia
seorang ahli hadits. Utsman tanya kepadanya tentang hadits shohih. Dia
berusaha menjawabnya dengan mimik gugup, namun ia tak bisa memberikan
definisi yang benar tentang hadits shohih. Jadi, jangan tertipu dengan
gelarnya !!!
[23] Lihat Tuhfah Awwam Maqbul (hal.214-215).
[24] Lihat Tashhif Kitabain (hal.18), cet. India. Ini dinukil oleh Ihsan Ilahi Zhohir Rahimahullah dalam Ar-Rodd ala Ad-Duktur Ali Abdul Wahid Wafi fi Kitabih Baina As-Syi’ah Ahlis Sunnah (hal.93).
[25] Lihat Al-Kifayah fi Ilmi Ar-Riwayah (hal.49) karya Al-Khotib Al-Baghdady Rahimahullah.
[26] Lihat Badzlul Majhud
(1/432-433) dengan sedikit perubahan tanpa merusak makna. Bukan seperti
yang dilakukan orang Rofidhoh-Syi’ah dalam menukil ucapan orang, diubah
sampai merusak makna yang diinginkan oleh pengucapnya.
[27] QS.Al-Hijr : 9
[28] Lihat Tafsir Ath-Thobary (8/14)
[29] Tuduhan ini tentunya tidak benar sebagaimana kami jelaskan tadi.
[30] Lihat  Tafsir Al-Qummy (1/345). Zuraiq dan Habtar : Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma
[31] QS. Ar-Rahman : 43
[32] Lihat Tafsir Al-Qummy  (1/84) di dalamnya disebutkan ayat palsu ini. Kitab milik Syi’ah-Rofidhoh.
[33] Lihat Asy-Syi’ah wa As-Sunnah (hal.79) karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir, cet. Idaroh Turjuman As-Sunnah,Lahore
[34] Lihat Al-Iqna’ fi masa’il Al-Ijma’ (1/39)
karya Al-Hafizh Abul Hasan Ali Ibnul Qoththon Al-Fasi [628 H]
Rahimahullah., Cet. Dar Al-Qolam dengan tahqiq Dr. Faruq Hamadah.
[35] Lihat Ta’liq Al-Iqna (1/39) oleh Dr Faruq Hamadah.
[36] Lihat Badzlul Majhud (1/275-277) Karya Al-Jumaily Hafizhohullah
[37]Sebagian
penulis memandang bahwa aqidah ini menyelusup ke dalam aqidah Rofidhoh
karena adanya pengaruh dan usaha yang dilancarkan oleh orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Sebagai bukti, Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi
(perintis pertama agama Rofidhoh-Syi’ah) pura-pura masuk Islam. Aqidah
disusupkan untuk melemahkan aqidah/keyakinan tentang Hari Akhir. Perlu
diketahui bahwa Abdullah bin Saba’ ini pernah menyatakan akan kembalinya
Nabi r -setelah beliau meninggal dunia- ke alam dunia, demikian pula
Ali. (Lihat: Tarikh Ath-Thobary (4/340) sebagaimana dalam Mas’alah At-Taqrib baina Ahlis Sunnah wa Asy-Syi’ah (1/342) karya Dr.Nashir bin Abdullah Ali Al-Qofary Hafizhohullah , cet.Dar Thoyyibah.)
[38] Lihat Al-Iqozh min Al-Haj’ah fi Itsbat Roj’ah (hal.29) oleh Al-Hur Al-Amily. Dari judul kitab ini saja ia sudah menetapkan aqidah reinkarnasi tsb.
[39]
Jika mereka menyebutkan imam, maksudnya adalah imam-imam yang berasal
dari keturunan Nabi r . Tapi perlu diketahui bahwa para imam ahlul bait
tersebut berlepas-diri dari mereka. Hanya merekalah yang membuat
berita-berita dusta atas nama mereka.
[40] Lihat Kitab Ar-Roj’ah (hal.11) oleh Al-Ahsa’iy.
[41] Imamiyyah Itsna Asyariyyah: nama lain bagi Syi’ah alias Rofidhoh.
[42] Lihat Aqo’id Al-Imamiyyah Al-Itsna Asyariyyah (2/228) oleh Ibrahim Al-Musawy
[43] Lihat Aqo’id Al-Imamiyyah (hal. 118) oleh Muhammad Ridho Al-Muzhoffar.
[44] Lihat Badzlul Majhud (1/284) oleh Syaikh Al-Jumaily
[45] Lihat Awa’il Maqolat (hal.89) oleh Al-Mufid
[46] Lihat Al-Iqozh min Al-Haj’ah (hal.33-34) oleh Al-Hur Al-Amily.
[47] Lihat Al-Iqozh min Al-Haj’ah (hal.34)
[48] Lihat Aqo’id Imamiyyah (hal.119) oleh Muhammad Ridho Al-Muzhoffar Ar-Rofidhi
[49] Tapi secara ekstrim dan keterlaluan sampai mencela dan mengkafirkan para sahabat Nabi r .
[50] Lihat Hadyu Ats-Tsari Muqoddimah Fath Al-Bari (hal.459) karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah
[51] QS.Al-Mu’minun : 99-100
[52] Lihat Mukhtashor At-Tuhfah Al-Itsna Al-Asyariyyah (hal.201) karya Al-Alusy Rahimahullah.
[53] Lihat Al-Muhalla (hal.24) karya Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh-Zhohiry -rahimahullah-.
[54] Bukti lain, ini bisa kita saksikan pada sebagian masyarakat kita masih mempertahankan ajaran kejawen,
yang dulu dilakukan oleh nenek-moyang mereka yang beragama Budha dan
Hindu. Mereka berat hati meninggalkannya, padahal bukan ajaran Islam
karena kurang pahamnya mereka tentang makna Islam. Terkadang
ajaran-ajaran itu sudah tergolong kufur dan ditegakkan dalil, toh mereka
masih mangajarkannya. Inilah tabi’at buruk sebagian manusia.
[55] Menisbahkan istilah ro’yu
alias ide bagi Allah merupakan perkara yang muhdats (baru dan bid’ah).
Allah tidak memiliki sifat tersebut. Itu hanyalah sifat makhluk yang
sesuai dengan kelemahannya.
[56]QS.Al-Baqoroh: 51
[57] Lihat Tafsir Al-’Iyasyi (1/44)
[58] Lihat Firoq Asy-Syi’ah (hal.84), cet. An-Najf
[59]Kalimat:Alaihissalam-menurut Ahlus Sunnah-merupakan do’a yang diungkapkan secara khusus untuk para nabi,
bukan untuk yang lainnya!!! Namun orang-orang Syi’ah Rofidhoh
menggunakannya untuk para imam mereka. Contohnya, mereka berkata, “Abu
Ja’far –alaihis salam-”. Kenapa demikian?! Jawabnya, karena mereka menganggap para imamnya ma’shum sederajat dengan para nabi!! Bahkan menurut Khumainy dalam”Al-Hukumah Al-Islamiyyah
” bahwa para imam mereka memiliki derajat yang lebih tinggi dari para
nabi dan malaikat. Maka para pembaca hendaknya waspada dan jangan
menggunakan kalimat itu, kecuali untuk para Nabi.
[60] QS.Thoha : 52
[61] Lihat Asy-Syi’ah wa As-Sunnah (hal.54) karya Ihsan Ilahi Zhohir Rahimahullah.
[62] Baca bantahannya secara terperinci dalam Badzl Al-Majhud (1/324) karya Syaikh Al-Jumaily Hafizhohullah
[63] Ijma’ mereka tidak bisa dijadikan dalil di sisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena orang-orang Syi’ah –utamanya ulama mereka- adalah orang-orang fasiq. Kenapa ?? Sebab mereka adalah kaum yang pandai dan suka dusta dalam rangka mempertahankan aqidah mereka yang batil !! Oleh karena itu, sebagian ulama menyatakan bahwa “Kelompok sesat yang paling suka berdusta adalah orang-orang Rofidhoh”.
Adapun kami disini membawakan ijma’ ulama’ mereka, hanya sekedar
menjadikannya senjata makan tuan; dengan memukulbalikkan ijma’ mereka,
demi membungkam mulut para pendusta diantara mereka, yang sering
berkilah dengan taqiyyah (pura-pura alias dusta)!!!
[64] Lihat Tashhih Al-I’tiqod (hal.50) oleh Al-Mufid
[65] Lihat Badzl Al-Majhud (1/324)
[66]
Ini sempat kami alami ketika masih kuliah di IKIP,Ujung Pandang tahun
1995 M. Para aktifis mahasiswa Syi’ah-Rofidhoh yang tergabung dalam HMI
mengadakan Daurah “Syar’iyyah”. Di dalamnya mereka membahas materi yang
mencela sahabat dan menuduh mereka telah merampas hak khilafah Ahlul
Bait. Ini merupakan kedustaan yang nyata, semoga Allah menghentikan
aktifitas mereka.
[67] HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 17) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 74).
[68] Lihat Ad-Dibaj (1/92) karya Imam As-Suyuthi, cet.Dar Ibnu Affan dengan tahqiq Abu Ishaq Al-Huwainy.
[69] HR.Al-Bukhory (3470), Muslim (2541) dan lainnya.
[70] Lihat Majmu’ Al-Fatawa (3/153) karya Syaikhul Islam.
[71] Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (1/162&169) karya Al-Lalika’iy rahimahullah, cet Dar Thoibah
[72] Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/173-175)
[73] Lihat Al-Farq bainal Firoq (hal.36)
[74] Tapi sebenarnya cinta mereka kepada Ahlul Bait adalah cinta palsu. Bayangkan mereka berkata bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- akan disiksa dalam neraka disebabkan beliau pernah menyetubuhi A’isyah, zainab, dan lainnya. Mana cinta mereka kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang ma’shum? Malah mereka menjunjung anak keturunan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai dianggap ma’shum & dijadikan tuhan sementara Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- direndahkan, dianggap tak ma’sum, dan akan disiksa di neraka, na’udzu billah !!
[75] Lihat Al-Kafi: Kitab Ar-Roudhoh  (8/245) oleh Al-Kulainy
[76] Lihat Al-Kafi: Kitab Al-Iman wa Al-Kufr, Bab: fi Qillah Adad Al-Mu’minin (2/244) sebagaimana dalam Mas’alah At-Taqrib (1/363)
[77] Lihat Haqqul Yaqin (519) oleh Muhammad Baqir Al-Majlisy , sebagaimana dalam Badzlul Majhud (2/471-472)
[78]
Andaikan bukan karena niat kami menulis risalah ini secara ringkas,
niscaya kami akan menukil banyak riwayat yang menjelaskan kebencian dan
dengki mereka terhadap para sahabat.
[79] Lihat Al-Kifayah fi Ilmi Ar-Riwayah (hal.49) karya Al-Khotib Al-Baghdady Rahimahullah.
[80] Lihat Al-I’tiqodat: (Pasal tentang Taqiyyah ) oleh bin Babawaih , Cet. Iran tahun 1274 H sebagaimana dalam Asy-Syi’ah wa As-Sunnah (130) karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhohir –rahimahullah-
[81] Lihat Tafsir Al-Askari
(hal.162), cet. Ja’fari Al-Hindi. Riwayat yang dinisbahkan kepada Nabi r
ini jelas merupakan riwayat dusta menurut ilmu hadits atau yah minimal
dhoif jiddan (lemah sekali).
[82] Lihat Al-Kafi fi Al-Ushul : Bab Taqiyyah (2/220) oleh Al-Kulaini, cet.Iran. Maksudnya: Orang mukmin adalah orang Syi’ah-Rofidhoh.
[83] Lihat Al-Kafi (2/217) oleh Al-Kulaini
[84] Lihat Kasyful Gummah (hal.341) oleh Al-Ardibily
[85] Lihat Al-Kafi (2/219) oleh Al-Kulaini sebagaimana dalam Mas’alah At-Taqrib (1/331)
[86] Lihat Syarah Aqidah Ash-Shoduq (hal 261) oleh Al-Mufid. Kitab ini dirangkai dengan kitabnya yang lain “Awa’il Al-Maqolat”.
[87] Lihat Al-Kasykul (1/202) oleh Yusuf Al-Bahrani, cet. Maktabah Nainawi Al-Haditsah, Teheran.
[88] Lihat Kasyful Asrar (147) oleh Al-Khumaini.
[89]Nawashib
artinya orang yang menunjukkan permusuhan kepada Ali dan Ahlul Bait.
Adapun Ahlus Sunnah-diantaranya AbuHanifah- bukanlah Nawashib, bahkan
merekalah orang-orang yang paling mencintai Ali dan keluarganya. Bukan
seperti yang dituduhkan oleh orang-orang Syi’ah-Rofidhoh. Semoga Allah
mematahkan segala tipu-muslihat mereka !!
[90] Lihat Al-Kafi: Kitab Ar-Roudhoh (8/292) oleh Al-Kulaini, cet.Teheran.
[91] Sebagian orang menyebut Nikah Mut’ah dengan istilah “Nikah Kontrak”. Tapi bagusnya diistilahkan “Zina Kontrak” !!!
http://pesantren-alihsan.org/agama-syiah-rofidhoh-bahaya-laten-yang-mengancam-kaum-muslimin.html

Related posts

Leave a Comment