Meraih laitul qadar merupakan dambaan setiap insan muslim. Mengapa
demikian? Ya, memang begitu seharusnya seorang muslim, selalu mengharap
hidayah, maghfirah serta rahmat Allah.
Bukankah pada malam tersebut terdapat keutamaan-keutamaan yang luar
biasa sebagaimana yang Allah jelaskan di dalam Al Qur’an maupun
Rasul-Nya terangkan di dalam As Sunnah ? Diantara keutamaan-kutamaannya
adalah :
1. Diturunkannya Al Quran pada malam tersebut, ibadah di malam tersebut
lebih baik daripada ibadah seribu bulan dan para Malaikat turun pada
malam tersebut . (Al Qadr: 1-5)
2. Akan diampuni dosa-dosa bagi siapa saja yang shalat pada malam tersebut. Berdasarkan hadits Rasulullah :
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ له مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa menegakkan shalat pada malam lailatul qadar dalam keadaan
iman dan dengan penuh harapan (balasan dari Allah) niscaya akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
KAPAN MUNCULNYA LAILATUL QADAR ?
Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat jumhur
ulama’ bahwa munculnya lailatul qadar pada salah satu malam diantara
malam-malam ganjil di sepertiga akhir (10 terakhir) Ramadhan. Dasarnya
hadits ‘Aisyah, beliau berkata: ”Dahulu Rasulullah selalu menantinya
pada malam-malam akhir di bulan Ramadhan kemudian beliau berkata:
“Raihlah lailatul qadar pada malam-malam ganjil di akhir bulan”.
(Muttafaqun ‘Alaihi)
Apabila keadaan seorang muslim tidak memungkinkan karena sakit atau yang
lainnya, maka jangan sampai luput baginya malam keduapuluh tujuh
Ramadhan. Sebagaimana hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda :
اِلْتَمِسُوْهَا فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَوْ عَجِزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ علَىَ السَّبْعِ الْبَوَاقِى
“Carilah lailatul qadar pada malam sepuluh hari terakhir, jika salah
seorang diantara kalian dalam keadaan lemah (tidak mampu) maka jangan
sampai luput baginya malam keduapuluh tujuh”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
KESUNGGUHAN MENGHIDUPKAN LAILATUL QADAR
Barangsiapa yang terhalangi untuk mendapatkan lailatul qadar yang penuh
barokah ini dia telah terhalangi pula dari seluruh kebaikan-kebaikan
tesebut. Sehingga sudah seharusnya bagi setiap muslim untuk bersemangat
mencari keutamaan malam tersebut sebagaimana hadits Aisyah, beliau
berkata: ”Dahulu Rasulullah jika memasuki sepuluh terakhir mulai
menjauhi istrinya, menghidupkan malamnya, serta mambangunkan keluarganya
pada malam tersebut”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
dalam riwayat Muslim:
”Dahulu Rasulullah bersungguh-sungguh (dalam beribadah) pada sepertiga
akhir bulan, yang tidak sama kesungguhannya diselain malam-malam
tersebut”.
TANDA MUNCULNYA LAILATUL QADAR
Telah diriwayatkan dari Ubay Bin Ka’ab, Rasulullah bersabda:
“Pagi
harinya matahari terbit dalam keadaan tidak menyilaukan, seperti halnya
bejana yang dari kuningan”. (H.R Muslim),
dalam riwayat yang lainnya
dari jalan Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
”Lailatul qadar adalah
malam yang tenang dan sejuk yang tidak panas maupun dingin serta sinar
matahari di pagi harinya tidak menyilaukan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al
Bazzar)
Dan kita tidak boleh menentukan tanda-tanda lailatul qadar selain dari yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
DOA YANG DISUNNAHKAN PADA MALAM TERSEBUT
Aisyah bertanya kepada Rasulullah : ”Wahai Rasulullah jika aku mendapati
lailatul qadar, do’a apa yang kuucapkan pada malam tersebut?”,
Rasulullah berkata :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبَّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
* * *
ZAKAT FITRAH
Istilah ”zakat fitrah“ tidak asing lagi bagi telinga kita, karena pada
setiap tahunnya kita tak pernah absen untuk menunaikannya.
Apa Hukumnya dan Kepada Siapa Diwajibkan ?
Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Shahabat Abdullah bin Umar berkata:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّه زَكاةَ الفِطْرِِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَو صَاعًا من
شَعيرٍ على العَبْدِ و الحُرِّ والذّكَرِ والأُنْثَى والصَّغيرِ والكَبيرِ
من المُسْلِمين
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah berupa satu shaa’ kurma atau
gandum bagi budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan
orang dewasa dari kaum muslimin. (H.R. Al Bukhori no. 1503)
Dengan Apa Seseorang Berzakat dan Berapa Ukurannya ?
Yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah adalah bahan makanan pokok suatu
daerah. Ukurannya satu shaa’ (? 2 kilo, 40 gram atau 2,04 kg),
sebagaimana yang difatwakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin (Asy Syarhul Mumti’ juz 6 hal. 176). Dalinya adalah hadits Abu
Sa’id Al Khudri, ia berkata: “Kami di jaman Nabi biasa mengeluarkan
zakat fitrah berupa 1 shaa’ makanan, 1 shaa’ kurma, 1 shaa’ gandum, 1
shaa’ kismis“ (Muttafaqun ‘Alaihi),
dalam riwayat yang lain: “atau 1
shaa’ keju”.
Al Imam Ibnul Qoyyim ketika menyebutkan lima jenis bahan makanan di atas
berkata:
”Ini semua merupakan mayoritas makanan pokok penduduk Madinah,
adapun jika penduduk suatu negeri atau tempat makanan pokoknya selain
itu (yang telah disebutkan) maka yang dikeluarkan adalah 1 shaa’ dari
makanan pokok mereka itu.(Taudhihul Ahkam juz 3, hal. 78)
Bolehkah Dengan Uang ?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz berkata: “Membayar zakat fitrah dengan
uang tidak diperbolehkan menurut jumhur ulama’, dan wajib ditunaikan
dengan makanan pokok sebagaimana yang telah ditunaikan oleh Nabi dan
para shahabatnya”. (Fataawa Ramadhan, hal. 924).
Demikian pula yang
difatwakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan Asy
Syaikh Sholih Al Fauzan. (Fataawa Ramadhan, hal. 918, 920).
Bukankah uang lebih praktis dan lebih fleksibel pemanfaatannya bagi
penerima zakat ?, Uang tidak bisa diqiyaskan dengan jenis-jenis bahan
makanan pokok, karena telah ada di jaman Rasulullah mata uang seperti
dinar akan tetapi beliau dan para sahabatnya tidak pernah mengeluarkan
zakat fitrah dengan mata uang tertentu. Dan merupakan keyakinan kaum
muslimin bahwa syari’at ini merupakan hak mutlak dari Allah dan
Rasul-Nya, maka Allah-lah yang maha mengetahui hikmah dari syariat-Nya.
Kepada Siapa Disalurkan ?
Zakat fitrah ini disalurkan secara khusus untuk orang-orang fakir
miskin. Asy Syaikh Al Albani berkata: ”Belum ada dalam sunnah ‘amaliyyah
(amalan nabi) yang menunjukkan tentang pembagian zakat fitrah seperti
ini (untuk delapan golangan –red) bahkan sabda beliau dalam hadits Ibnu
Abbas:
“ … وَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكين “
”…dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin“.
menunjukkan pengkhususannya untuk orang-orang miskin. Adapun ayat (At
Taubah: 60) berlaku untuk zakat maal (harta) bukan zakat fitrah dengan
dasar apa yang terdapat dalam ayat sebelumnya …, pendapat inilah yang
dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan beliau mempunyai fatwa
yang sangat bermanfaat dalam hal ini, sebagaimana yang terdapat dalam
Majmu’ Fataawa (juz 25, hal. 71-78, red). Pendapat ini pula yang
dipegang oleh Asy Syaukani dalam As Sailul Jarror (juz 2, hal. 86-87).
Oleh karena itu Ibnul Qoyyim berkata dalam Zaadul Ma’ad (juz 2 hal. 21):
”Merupakan tuntunannya , pengkhususan zakat fitrah untuk orang-orang
miskin …“. (Tamamul Minnah hal. 387-388).
Demikian pula yang difatwakan
oleh Asy Syaikh Sholih Al Fauzan, Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, dan
Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (Fataawa Ramadhan hal. 920 , 924 ,936).
Kapan Waktu Penunaiannya ?
Waktu penunaiannya adalah sebelum sholat Iedul Fitri, yaitu: sebelum
orang-orang berangkat menuju sholat atau sehari dua hari sebelumnya. Dan
tidak boleh ditunaikan sesudah sholat Ied. Hal ini berdasarkan beberapa
riwayat:
1. Dari Shahabat Abdullah bin Umar Ia berkata:
… وَ أَمَرَ بها أن تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلى الصَّلاَةِ .
”… Dan beliau memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum
keluarnya orang-orang menuju sholat Ied. (H.R. Al Bukhori no. 1503)
2. Dari Naafi’ Ia berkata: ”…Dahulu para shahabat Rasulullah
menunaikannya sehari atau dua hari sebelum Iedul Fitri“. (H.R. Al
Bukhori no. 1511).
3. Dari shahabat Abdullah bin Abbas, Rasulullah bersabda:
… وَ من أَدَّاها بعد الصَّلاةِ فَهِي صَدَقَةٌ مِن الصَّدَقَاتِ
“Barangsiapa menunaikannya sesudah sholat Ied, maka ia sebagai shadaqoh
dari shadaqoh-shadaqoh yang ada (tidak terhitung sebagai zakat fitrah
-red). (H.R. Abu Dawud).
Adapun bacaan khusus ketika menunaikannya, maka belum pernah ada
keterangannya dari Nabi , baik untuk pemberi ataupun penerima. Namun
dianjurkan bagi si penerima untuk mendoakan kebaikan bagi si pemberi,
berdasarkan QS At Taubah: 103.
Bagaimana Bila Ditunaikan Di Awal Ramadhan ?
Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata: ”Ulama’ berbeda
pandapat tentang zakat fitrah yang ditunaikan di awal Ramadhan. Dan
pendapat yang rojih (kuat) adalah tidak boleh, karena tidaklah diberi
nama dengan zakat fithr kecuali karena terjadi di akhir bulan (menjelang
Iedul Fithri). Rasulullah memerintahkan agar ia ditunaikan sebelum
keluarnya orang-orang menuju sholat Ied dan para shahabat pun
menunaikannya sehari atau dua hari sebelum Ied.” (Fataawa Ramadhan,
hal.935).
HADIST-HADIST DHO’IF YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMMAT
أَوَّلُ شَهْرِ رَحْمَةٌ وَ أَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَ آخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah
(ampunan), dan akhir bulan adalah pembebasan dari (adzab) an-naar”.
Hadist munkar, karena di dalamnya terdapat dua rawi yang dha’if (lemah),
yaitu Sallam bin Sawwar, Ibnu Adi berkata: “Dia adalah munkarul hadits,
dan Maslamah bin Ash Shalt, Abu Hatim berkata: ” matrukul hadits.
(Lihat Mizanul I’tidal juz 4, hal.109, no. 8523 dan As silsilah Adh
Dho’ifah hadits no. 1569)
sumber : mahad-assalafy.com